REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) dinilai cenderung ‘menyelamatkan’ para pelaku korupsi, khususnya yang terkait dengan sektor kehutanan.
Sebab, di dalam UU ini terdapat beberapa pasal yang dapat menjadi celah bagi mereka untuk menghindari proses hukum yang seharusnya dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Di antaranya adalah pasal 54 ayat (1) UU P3H yang menyebutkan bahwa Presiden dapat membentuk lembaga tersendiri untuk menangani pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Pasal ini dapat meloloskan para pelaku dari jeratan KPK," kata peneliti ICW, Emerson Yuntho, di Jakarta, Ahad (21/12).
Menurutnya, pendapat tersebut semakin diperkuat oleh pasal 56 ayat (1) huruf a pada UU P3H. Di situ disebutkan, lembaga yang dimaksud pasal 54 ayat (1) itu memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana perusakan hutan.
"Tugas dari lembaga baru itu sangat mungkin menutup langkah KPK dalam upaya pemberantasan korupsi di wilayah kehutanan karena alasan bahwa isu kehutanan lebih khusus (lex spesialis) daripada isu korupsi. Dari kewenangan ini pula, para pelaku korupsi memiliki dalih agar perkaranya tak lagi ditangan KPK," ujarnya.
Tidak hanya itu, kata Emerson lagi, lahirnya UU P3H seolah memberi kesan bahwa pemerintah akan serius menangani tindak pidana perusakan hutan yang dilakukan secara massif, sehingga aturan ini dapat digunakan untuk menyasar korporasi.
Padahal, jika merujuk ketentuan pasal 109 ayat (5), pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanyalah pidana denda.
"Meskipun dalam sejumlah ketentuan pidana dalam UU itu disebutkan bahwa pidana penjara bagi korporasi jika melakukan hal-hal yang dilarang, namun pasal 109 ayat (5) itu justru menyatakan hal sebaliknya. Ketentuan ini memperlihatkan kelemahan yang disengaja secara telanjang, sehingga penghukuman terhadap korporasi menjadi tidak efektif," jelasnya.
Untuk itu, kata Emerson lagi, ICW mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencabut pasal-pasal yang berpotensi mereduksi upaya pemberantasan korupsi di sektor kehutanan tersebut.
Permohonan uji konstitusionalitas terhadap UU P3H itu sendiri sebelumnya telah diajukan oleh beberapa Kelompok Masyarakat Adat bersama Koalisi Anti Mafi Hutan.
"Di samping itu, KPK dalam kaitan dengan fungsi pencegahan juga perlu melakukan evaluasi terhadap perda-perda yang membuka peluang terjadinya korupsi dan perusakan di sektor sumber daya alam (SDA)," kata Emerson.