Sabtu 20 Dec 2014 17:59 WIB

Larangan Berjilbab, Kristolog : Katanya Kabinet Kerja, Nyatanya?

Rep: CR05/ Red: Indira Rezkisari
Hijab (ilustrasi)
Foto: Rakhwamaty La'lang/Republika
Hijab (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kristolog Nasional Ustaz H Syamsul Arifin Nababan mengkritik wacana kebijakan yang beredar terkait larangan jilbab syar'i bagi karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Menurut dia, tidak ada korelasinya kinerja seseorang dengan pemakaian jilbab syar'i. "Apa hubungannya kerja dengan menggunakan jilbab, memelihara jenggot, atau celana di atas mata kaki ? Tidak ada," kata Syamsul, saat ditemui di UIN Jakarta, Sabtu (20/12).

Ia sekaligus mengaku heran ketika tato diperbolehkan. Bahkan ustaz turut menyindir jargon kabinet kerja. "Katanya kabinet kerja. Kerja, kerja dan kerja, nyatanya dalam kebijakan seperti ini saja kontraproduktif karena tidak ada korelasinya kerja dengan jilbab," ujar mantan pendeta yang kini sudah jadi ustaz itu.

Di tempat yang sama, kalimat serupa juga diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Amirsyah Tambunan. Menurut keduanya, lebih baik pemerintah memikirkan penataan kinerja daripada kerap mengeluarkan wacana yang kontraproduktif dan meresahkan terutama bagi umat Muslim.

"Saya mengimbau lebih bagus menata birokrasi, kinerja, peningkatan kualitas SDM," kata Amirsyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement