REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai keputusan Presiden Joko Widodo menolak pengajuan grasi 64 terpidana mati kasus narkoba berpotensi bukan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM), sehingga tidak perlu diperdebatkan.
"Justru para terpidana narkotika yang telah melakukan pelanggaran HAM karena menyebabkan kematian orang lain," kata Jusuf Kalla kepada pers, usai memberikan pidato kunci dalam Lokakarya Nasional HAM di Jakarta, Rabu (10/12).
Wapres justru bertanya balik keputusan Presiden mana yang melanggar HAM, karena para terpidana yang patut disebut sebagai melanggar HAM.
"Yang mana melanggar HAM? Dengarkan enggak tadi bahwa semua orang harus mentaati hukum. Narkoba menyebabkan kematian orang lain, melanggar HAM. Mana yang salah?" ucap Jusuf Kalla, menegaskan.
Wapres juga menolak penilaian penolakan grasi untuk terpidana narkotika tersebut tidak efektif mengurangi peredaran narkoba.
Menurut Jusuf Kalla, peredaran narkoba justru semakin luas jika didiamkan dan tidak ada pemberian efek jera terhadap bandar.
Dikatakan, keputusan Presiden Jokowi menolak pengajuan grasi itu sesuai dengan putusan pengadilan hingga tingkat kasasi. Jadi, katanya, keputusan hukuman mati bukan presiden yang sebenarnya memutuskan untuk tidak mengampuni para terpidana narkoba tersebut.
"Maksudnya keputusan itu oleh pengadilan sampai Mahkamah Agung. Mereka minta presiden mengampuni, jadi presiden itu hanya mengatakan, 'Saya tidak bisa mengampuni.' Itu saja. Keputusannya kan di pengadilan, bukan di presiden," katanya.