REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa korban tindak kekerasan yang dilakukan polisi di berbagai kota menyambangi Mabes Polri, Senin (8/12). Didampingi Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), para korban tersebut melaporkan kekerasan yang mereka alami.
"Kami melihat empat tahun terakhir ada kasus penyiksaan. Tujuan kami membawa perwakilan korban dari berbagai wilayah untuk menunjukkan penyiksaan masih terjadi," kata Kepala Divisi Advokasi Sipil dan Politik Kontras, Putri Kanesia di Mabes Polri, Senin (8/12).
Putri mengatakan, ada beberapa kasus kekerasan yang hanya berakhir dengan sidang kode etik. Padahal, lanjutnya, ketika ada bukti tindak kekerasan, seharusnya dilanjutkan ke proses hukum pidana. "Dan ada Propam juga yang memang terkait," ujarnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar yang menerima Kontras dan korban, mengaku prihatin atas berbagai kekerasan yang dilakukan anggota Polri. "Perasaan ketidakpuasan itu tentunya masukan yang kita terima," kata Boy.
"Waktu itu memang internal Polri. Gambaran ini kita cari tahu. Teman Propam juga kami monitor," ujarnya menambahkan.
Beberapa korban tindak kekerasan yang hadir berasal dari berbagai kota seperti Padang, Kudus, Baubau, dan Jayapura. Selain mengalami kekerasan, mereka juga mengaku tidak ada proses hukum yang dilakukan terhadap para pelaku.
Sebelumnya, Kontras mengungkapkan, jumlah kasus penyiksaan oleh aparat setiap tahunnya terus meningkat. Pada periode 2010 hingga 2011 terjadi 56 kasus kekerasan, sementara pada 2011-2012 terjadi 86 kasus, pada 2012-2013 tercatat 100 kasus, dan 2013-2014 terjadi 108 kasus. nC82 (Issha Harruma)