REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Ina Primiana tidak setuju bila pemerintah menaikkan harga Tarif Dasar Listrik (TDL) per Januari 2015 mendatang.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya telah menyampaikan, harga TDL bergantung pada nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) dan inflasi.
Bila ketiga faktor tersebut mengalami kenaikan, maka akan diikuti pula kenaikan TDL. Perubahan harga TDL tersebut diberlakukan pada golongan di atas 1.300 volt ampere (VA).
Terkait itu Ina memandang, kurs dolar dan inflasi per Januari nantinya tidak mungkin menurun. Tetapi, pemerintah menurutnya jangan semerta-merta langsung menaikkan TDL dikarenakan akan sangat membebani dunia usaha.
"Pemerintah jangan asal memutuskan, wacana TDL sangat meresahkan dunia usaha," ujar Ina kepada Republika Online (ROL) di Jakarta, Jumat (5/12).
Dilanjutkan Ina, saat ini industri usaha terutama menegah ke bawah tengah tertatih-tatih merestrukturisasi harga setelah dinaikkannya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi belum lama ini.
"Ini sudah dibebani lagi soal TDL, semakin terpukul saja dunia usaha. Pelan-pelan lah, jangan digembar-gembor dulu," kata dia.
Pun, dampaknya bagi industri besar, kata dia, yang ujung-ujungnya dapat menaikkan harga produksi. "Masyarakat juga yang akhirnya merasakan kenaikan harga produksi perusahaan," katanya.
Ina kembali menegaskan, pihaknya tidak setuju bila TDL dinaikkan. "Kalau naik, sekarang tergantung, apakah pemerintah mau industri usaha jalan terus atau mati," imbuh dia.