REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) didorong untuk lebih menumbuhkan usaha kecil menengah di Indonesia.
Presiden Joko 'Jokowi' Widodo menginstruksikan pada ketua LKPP untuk membuat program lebih afirmatif. Sehingga usaha kecil menengah lebih banyak lagi yang berbisnis dengan pemerintah dalam proses pengadaan barang dan jasa.
"Instruksi utama presiden soal e-catalog dan program afirmatif yang bisa dilakukan agar usaha kecil menengah bisa tumbuh," kata Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto di kantor kepresidenan, Kamis (4/12).
Untuk mengejar percepatan realisasi instruksi presiden ini, akan dilakukan revisi dari Perpres Nomor 70/2012.
Ketua LKPP, Agus Rahardjo mengaku, hanya diberi waktu satu bulan oleh presiden untuk mengajukan usulan revisi. Namun, Agus optimistis dapat selesai sebelum target waktu karena arahan Jokowi sangat jelas dengan prioritas e-catalog dengan tim yang lebih cepat dan transparan tapi tidak meninggalkan sisi akuntabilitasnya.
Agus menambahkan, Jokowi juga meminta agar usaha kecil menengah semakin didorong oleh LKPP. Karena selama ini peran usaha kecil menengah dalam pengadaan barang/jasa pemerintah masih sangat sedikit.
"Dari data kita, peran usaha kecil menengah sangat kecil waktu berbisnis dengan pemerintah," kata Agus.
Agus juga mengatakan akan menggandeng banyak pihak untuk mewujudkan rencana ini. Selain itu, e-catalog juga menjadi prioritas karena menjadi peluang untuk melakukan penghematan anggaran.
Agus mencontohkan, penghematan dapat dicapai sekitar 40-60 persen untuk alat kesehatan dengan sistem e-catalog ini. Bahkan prioritas e-catalog perlu dilakukan untuk menambah item produk yang ada di e-catalog.
Ini menjadi wujud dari reformasi LKPP oleh Jokowi agar pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi lebih transparan, ringkas dan akuntabel.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Andrinof Chaniago mengungkapkan ada potensi peningkatan pemasukan negara dengan efisiensi pengadaan barang dan jasa.
Efisiensi untuk proses pengadaan barang dan jasa ini akan menuntut mekanisme lelang dimulai lebih awal dan penyerahan DIPA lebih maju. Ini membuat penyerapan anggaran sudah terjadi sejak awal tahun.
Selain itu, waktu realisasinya menjadi tersebar selama satu tahun. Tidak hanya berada di satu waktu sekitar Oktober atau November. Sehingga realisasi tidak menumpuk di satu atau dua bulan saja.
"Ini akan jadi baik karena tidak menumpuk di bulan tertentu," kata Andrinof.