Kamis 27 Nov 2014 08:34 WIB

Tidak Pantas Pemerintah Menafikan DPR

DPR
DPR

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Munculnya surat berisi instruksi Presiden Joko Widodo kepada menteri Kabinet Kerja untuk tidak rapat dengan DPR disesalkan karena dapat menimbulkan preseden dari aspek ketatanegaraan, kata pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Dadang Darmawan.

Kepada wartawan di Medan, Kamis, Dadang Darmawan mengatakan, dengan sejumlah pertimbangan, larangan agar menteri tidak mengikuti rapat dengan DPR tersebut masih dapat dianggap wajar. Apalagi jika dikaitkan dengan belum lengkapnya pembentukan dan pengesahan alat kelengkapan dewan (AKD) di lingkungan DPR sehingga rapat yang akan dilakukan belum maksimal.

"Alasan menteri yang baru bekerja dan belum lengkapnya AKD DPR masih bisa diterima," katanya.

Namun sayangnya, larangan kepada menteri Kabinet Kerja tersebut diberlakukan secara formal melalui surat yang dikeluarkan Kesekretariat Kabinet. "Kalau sekadar imbauan moral, masih wajar. Namun, kalau sudah berbentuk surat, itu menjadi pertanyaan besar," kata Dadang.

Menurut dia, larangan dengan mengeluarkan surat secara resmi tersebut dapat menimbulkan persepsi jika pemerintah menafikan DPR yang menjadi mitra kerjanya. Meski sama-sama baru dilantik dalam menjalankan tugas, pemerintah dan DPR memiliki legitimasi secara UU dengan hubungan kerja yang saling membutuhkan. "Tidak pantas pemerintah menafikan mitranya karena keduanya memiliki legalitas," kata mantan Ketua Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Sumut itu.

Sebelumnya, di kalangan wartawan beredar surat yang berisi instruksi Presiden Joko Widodo kepada menteri-menteri Kabinet Kerja untuk tidak menghadiri rapat-rapat bersama DPR sebelum permasalahan di parlemen diselesaikan. Surat yang disebutkan dikeluarkan Sekretaris Kabinet tersebut mendapatkan reaksi keras dari Koalisi Merah Putih (KMP).

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement