REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan Menteri Sekretaris Kabinet, Dipo Alam, menilai larangan menteri rapat di DPR bukanlah bahasa politik yang tepat. Hal ini justru memperkeruh suasana dan hubungan politik antara DPR dengan pemerintah.
Nantinya muncul lagi pernyataan dari DPR, itu kementerian dibenahi dulu. Baru kemudian rapat di DPR. “Kalau seperti ini. Jadinya pemerintah dengan DPR sama-sama tidak ada yang bekerja. Rakyat akan mengecam semuanya,” ujar Dipo, saat diwawancarai stasiun TV swasta, di Jakarta, Kamis (27/11).
DPR berdebat menurutnya adalah hal biasa, karena multipartai. Wajar saja, karena masing-masing memiliki sikap politik berbeda. “Nah pemerintah harus siap menghadapi multipartai itu,” imbuhnya. Pemerintah harus siap hadir dalam rapat-rapat di DPR untuk diawasi, bersama-sama menyusun anggaran, dan membuat legislasi.
Menteri Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto, mengeluarkan surat melarang menteri rapat di DPR. Surat itu ditembuskan ke Presiden Jokowi. Bunyi surat itu adalah:
Menindaklanjuti arahan Bapak Presiden dalam Sidang Kabinet Paripurna tanggal 3 November 2014, bersama ini dengan hormat kami mohon kepada para Menteri, Panglima TNI, Kepala Kepolisian Negara RI, Para Kepala Staf Angkatan, Kepala Badan Intelijen Negara, dan Plt Jaksa Agung untuk menunda pertemuan dengan DPR, baik dengan Pimpinan maupun Alat Kelengkapan DPR guna memberikan kesempatan kepada DPR melakukan konsolidasi kelembagaan secara internal.
Surat Edaran ini agar segera dilaksanakan sampai ada arahan baru dari Bapak Presiden. Surat Edaran ini bersifat rahasia untuk kalangan terbatas tidak untuk disebarluaskan.