Rabu 26 Nov 2014 12:24 WIB

DPR Ancam Tolak Sahkan RAPBNP 2015

Rep: c13/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana.
Foto: Setkab
Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Presiden Jokowi untuk tidak melarang para menterinya mengikuti rapat di DPR. Jika dilakukan, maka pemerintahan Jokowi akan mengalami kerugian terutama masalah rancangan APBN-P 2015.

"Jangan salahkan DPR jika DPR menolak sahkan RAPBNP," kata anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kesejahteraan (PKS) Ledia Hanifa saat dihubungi Republika pada Rabu (26/11).

Sebelumnya, pimpinan DPR mengancam tidak akan mengesahkan rancangan APBN-P 2015, jika Presiden Joko Widodo tetap melarang para menteri Kabinet Kerja menggelar rapat dengan DPR. Hal itu merupakan konsekuensi dari ketidakhadiran pemerintah memenuhi undangan DPR.

Menurut Ledia, baik anggota eksekutif (para kebinet) maupun legislatif (DPR) harus bisa rapat bersama untuk membahas RAPBNP 2015. Namun, kata Ledia, apabila presiden Jokowi tetap melarang para menterinya untuk rapat, maka pemerintahan Jokowi yang akan mengalami kerugian.

"Untuk itu, sebenarnya Jokowi dan para menteri harus berangkat bersama dengan DPR," ungkap Ledia.

Ledia menjelaskan, pemerintahan Jokowi-JK harus membahas APBNP lagi dengan DPR. Karena, kata Ledia, APBN yang sebelumnya ditetapkan itu hanya berlaku sampai 2015. Maka, untuk membahas anggaran 2015 ke depan, maka DPR dan Jokowi dan Kabinet harus membicarakan kembali. Rapat ini, kata Ledia, perlu dilakukan sesegara mungkin antara Kabinet Jokowi-JK dan DPR.

Menurut Ledia, rapat bersama Kabinet Kerja terkait rancangan-APBN itu sangat penting didiskusikan bersama DPR. Ini dilakukan harus sesegera mungkin, katanya, karena mengingat tahun 2015 hanya berjarak satu bulan lagi.

Terkait alasan Jokowi yang mengatakan tidak ingin rapat sebelum konflik DPR belum selesai, menurut Ledia, itu sebuah kekeliruan. Ledia mengatakan, sudah tidak ada lagi konflik di DPR. "Permasalahan AKD sudah selesai," jelas Wakil Ketua Komisi VIII ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement