Kamis 27 Nov 2014 15:58 WIB

Surat Larangan Rapat Jokowi Perkeruh Suasana

Rep: c 73/ Red: Indah Wulandari
Joko Widodo (Jokowi) membacakan pidato pertamanya sebagai Presiden RI, Senin (20/10)
Foto: ap
Joko Widodo (Jokowi) membacakan pidato pertamanya sebagai Presiden RI, Senin (20/10)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Nasir Jamil menilai, surat edaran Presiden Jokowi yang melarang menteri rapat dengan DPR memperkeruh suasana di DPR. 

"Orang memancing di air keruh. Sudah nyaman, diperkeruh lagi. Walaupun sifatnya rahasia, yang heran surat itu beredar," kata Nasir, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/11). 

Ia melihat terdapat suatu bentuk komunikasi politik yang buruk. Seharusnya menurut Nasir, pemerintah bersikap netral. Meskipun Jokowi menurutnya diusung oleh partai politik, namun setelah menjabat sebagai kepala negara harus bersikap sebagai negarawan. 

"Presiden harus berada di atas semua kelompok, bahkan diharapkan bisa memfasilitasi kegaduhan ini. Sehingga, Jokowi bisa menjadi angin yang menyejukkan," ujar dia. 

Ia mengakui, perihal surat edaran larangan terhadap menteri memang hak presiden. Hal itu sebagaimana pasal 17 ayat 1, yang menyatakan bahwa menteri adalah pembantu presiden. 

Akan tetapi yang menjadi soal, menurutnya, ketika surat edaran yang bersifat internal itu berdampak ke luar. Di mana, menteri tidak diperbolehkan untuk hadir dalam rapat di DPR. Hal itu menurutnya, memiliki implikasi politik antara lembaga legislatif dan eksekutif. 

Padahal menurutnya, dalam konteks presidensial harus terdapat check and balances dalam hal pengawasan kebijakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement