REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menolak upaya banding yang diajukan mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Akil sebelumnya divonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan hukuman pidana penjara seumur hidup atas kasus hukum yang membelitnya.
Kepala Humas PT DKI Jakarta Muhammad Hatta mengatakan, majelis hakim yang diketuai Syamsul Bahri Bapatua menilai putusan pengadilan Tipikor yang memvonis hukuman pidana seumur hidup sudah tepat.
"Putusan yang sudah ada adalah atas nama Akil Mochtar menguatkan putusan tingkat pertama karena dianggap sudah tepat dan benar," kata melalui pesan singkat kepada wartawan, Selasa (25/11).
Penasihat Hukum Akil Mochtar, Tamsil Sjoekoer, kaget atas putusan tersebut. Dia mengaku belum tahu putusan dari PT DKI Jakarta yang menolak banding kliennya itu. Biasanya, kata dia, setiap apapun hasil putusan pengadilan, yang bersangkutan akan diberitahu langsung melalui surat resmi.
Sampai saat ini, kata dia, belum ada pemberitahuan kepadanya maupun kepada Akil secara resmi. Dia memastikan akan melakukan banding ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). "Kalau ditolak ya tentu kita akan kasasi," ujarnya.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, KPK mengapresiasi putusan banding dari PT DKI Jakarta. KPK akan menghormati proses hukum yang berjalan. Dia juga mempersilakan kepada Akil dan penasihat hukumnya jika ingin melakukan kasasi ke MA. "Adalah hak terdakwa untuk kasasi, karena memang itu dimungkinkan," ujarnya.
Seperti diketahui, Akil Mochtar divonis bersalah dengan hukuman pidana seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, Juni lalu. Vonis kasus korupsi ini menjadi yang terberat dalam sejarah Pengadilan Tipikor di Indonesia.
Hukuman pidana penjara yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Akil sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum dari KPK. Dalam sidang pembacaan tuntutan, tim jaksa penuntut umum dari KPK menyatakan, Akil terbukti menerima hadiah atau janji untuk pengurusan sejumlah sengketa pemilukada di MK selama ia menjadi hakim konstitusi sejak 2010.
Dari 15 sengketa pemilukada yang diadili, Akil disebut sudah menerima uang sebesar Rp 57,78 miliar plus 500 ribu dolar AS dari para penyuapnya.