Senin 24 Nov 2014 11:02 WIB

Hak Jawab Arwani Faishal Terkait Berita Fatwa Haram Rokok Tendensius

Petugas supermarket menunjukan sejumlah rokok yang sudah dilengkapi peringatan bergambar akan bahaya merokok di Jakarta, Senin (23/6).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas supermarket menunjukan sejumlah rokok yang sudah dilengkapi peringatan bergambar akan bahaya merokok di Jakarta, Senin (23/6).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Arwani Faishal mengklarifikasi pernyataan yang diberitakan Republika Online (ROL), Selasa (16/10) yang berjudul 'PBNU Nilai Fatwa Haram Rokok Tendensius'.

Berikut hak jawab dan klarifikasi dari Arwani Faishal:

Petama: Saya bukan staf Dewan Halal PBNU. Tetapi, saya adalah Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU, Anggota Team Kaderisai PBNU, dan Koordinator II Dewan Tahqiq (verifikasi dan investigasi/audit) Badan Halal PBNU.

Kedua: Kapan pun saya tidak pernah kontra terhadap fatwa MUI yang mengharamkan merokok dalam kondisi tertentu, seperti di tempat umum, oleh anak-anak, dan wanita hamil. Tetapi saya sepaham dan menerima fatwa tersebut karena selaras dengan illah al-hukm (reason of law) yaitu berbahaya bagi orang lain dan/atau diri sendiri. Saya tidak pernah pula menduga negatif fatwa tersebut, tetapi saya yakin tidak ada sedikit pun motif untuk membunuh kelangsungan petani tembakau. Hal serupa juga menjadi kesepakatan pada acara bahtsul masail oleh Lembaga Bahtsul Masail PBNU bahwa hukum merokok haram bagi orang tertentu, seperti penderita jantung, paru-paru, vertigp dan sebagainya. Dalam hal ini, tidak ada kontroversi antara MUI dan NU.

Ketiga: Kapan pun saya tidak pernah membahas hukum merokok kecuali menguraikan tiga klasifikasi hukumnya menurut pandangan saya. Lihat antara lain tulisan saya berjudul "Bahtsul Masail tentang Hukum Merokok" di www.nu.or.id, 19/01/2009. Merokok haram secara khusus bagi orang tertentu sekiranya menimbulkan mafsadah (bahaya) relatif berat, seperti bagi penderita jantung, paru-paru, vertigo dan sebagainya. Merokok makruh secara umum selama tidak berlebihan dan sekiranya hanya menimbulkan mafsadah relatif ringan. Dan merokok mubah jika dilakukan sesekali untuk suatu manfaat, seperti meningkatkan konsentrasi, dan sekiranya hanya menimbulkan mafsadah relatif ringan, tetapi kemudian mudah luntur oleh darah putih dan anti oksidan.

Keempat: Kapan pun saya tidak pernah mengatakan, Kiai-Kiai NU sepakat hukum rokok mubah. Tetapi saya sering menyampaikan, bahwa Kiai-Kiai NU menyepakati dua klasifikasi hukum di atas; haram secara khusus, dan makruh secara umum. Sedangkan hukum mubah diperselisihkan apa pun alasannya sebagaimana dalam acara bahtsul masail oleh Lembaga Bahtsul Masail PBNU, 23 Februari 2011.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement