Sabtu 22 Nov 2014 07:43 WIB

Indonesia Bertekat Turunkan Penderita Kekurangan Gizi Kronik

Anak yang kegemukan tak selalu berarti sudah terpenuhi kecukupan gizinya.
Foto: Reuters
Anak yang kegemukan tak selalu berarti sudah terpenuhi kecukupan gizinya.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Indonesia berkomitmen untuk mencapai target penurunan jumlah penderita kekurangan gizi kronik pada balita hingga 40 persen pada tahun 2025.

Hal tersebut dikemukakan Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Nina Sardjunani selaku Ketua Delegasi Indonesia pada sesi 'general debate' di hadapan peserta konferensi The Second International Conference on Nutrition (ICN2) di Roma.

Minister Counsellor Pensosbud KBRI Roma Nindarsari Utomo kepada Antara London, Sabtu menyebutkan konferensi dibuka Menteri Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Italia, Paolo Gentiloni. Pada acara itu hadir sejumlah tokoh dunia diantaranya Permaisuri Uni Emirat Arab, Putri Haya Bint Al Hussein yang merupakan Utusan Khusus PBB untuk Perdamaian, Permaisuri Kerajaan Spanyol, istri milyarder dunia Bill Gates, Melinda Gates dan sejumlah Kepala Pemerintahan.

Konferensi ICN2 menjadi semakin berbobot dengan kehadiran Paus Fransiskus yang menyampaikan 'keynote address' pada hari kedua konferensi. Tercatat 51 Menteri dan sekitar 1.500 peserta yang berasal dari kalangan pemerintah, ahli gizi dan pangan, LSM, dan termasuk sektor swasta hadir dalam pertemuan dimaksud.

Pertemuan tingkat menteri ICN2, yang membahas isu gizi setelah pertemuan ICN pertama diadakan 22 tahun lalu, yaitu pada tahun 1992 yang berhasil menyepakati Deklarasi Roma mengenai Gizi dan Framework for Action bentuk komitmen Negara terhadap pengentasan malnutrisi, peningkatan akses terhadap pangan secara sustainable, serta peningkatan gizi dan kesehatan penduduk dunia.

Dirjen FAO mengatakan kekurangan gizi hingga saat ini menjadi penyebab kematian jutaan jiwa penduduk dunia dan telah merenggut hak atas kehidupan yang layak.

Malnutrisi mempengaruhi individu, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan. Beban sosial, lingkungan dan ekonomi yang disebabkan malnutrisi sangat tinggi, kata Dirjen FAO pada pertemuan The Second International Conference on Nutrition (ICN2) di Roma, yang berlangsung dari tanggal 19 hingga 21 November.

Indonesia juga menekankan pentingnya fortifikasi pangan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi mikro pada anak-anak dan populasi dewasa, selain anemia pada wanita usia produktif.

Pada Konferensi yang mengedepankan pentingnya perhatian terhadap masalah gizi, Indonesia juga menegaskan pentingnya pendekatan 'multi-stakeholders', kerjasama antarnegara dan lembaga-lembaga pembangunan internasional, dengan tata kelola yang benar dan akuntabel, serta menjunjung tinggi kearifan lokal untuk mengatasi malnutrisi termasuk permasalahan gizi lebih yang berpotensi menimbulkan penyakit tidak menular.

Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia yang mayoritas berada pada kelompok usia produktif dan anak-anak, memandang penting isu gizi yang memiliki hubungan yang kuat dengan pembangunan dan kualitas sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.

Indonesia juga telah melakukan serangkaian kebijakan dilakukan sejak ICN1 pada tahun 1992 khususnya dalam bidang pangan dan gizi.

Mendahului pertemuan ICN2, Delegasi Indonesia hadir pada pertemuan Scaling Up Nutrition (SUN) Movement Gathering dihadiri 54 negara peserta SUN, akademisi, sektor swasta, serta organisasi masyarakat madani dan organisasi internasional.

Pada kesempatan itu Indonesia menyampaikan pengalaman pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dengan fokus pada 1000 hari pertama kehidupan dengan pelibatan 'multistakeholders', termasuk pentingnya dukungan akademsi dalam mengatasi permasalahan gizi disamping menekankan pentingnya kerjasama antaraktor baik di tingkat global dan regional.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement