Jumat 21 Nov 2014 04:22 WIB

Cerita Tangis Nurohmah, Istri Korban Salah Tangkap Polisi

Rep: c07/ Red: Mansyur Faqih
Pengeroyokan (ilustrasi)
Foto: ngapak.com
Pengeroyokan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MENTENG -- Isak tangis Nurohmah (23 yahun) menghiasi ruangan konferensi pers di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jalan Diponegoro no 74, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/11). 

Dalam tangisnya, ia mengaku, terpaksa mengojek di Pasar Grosir Cilitan (PGC), Jakarta Timur. Ia menggantikan suaminya yang sudah dua bulan berada di penjara Polres Jakarta Timur, sejak Kamis (25/9).

Dedi, suaminya, merupakan korban salah tangkap oleh Polres Jakarta Timur. Ia dituduh melakukan tindak pindana pengeroyokan yang mengakibatkan tewasnya seseorang pemuda di pangkalan ojek PGC, Kamis (18/9).

"Saat kejadian suami saya sudah pulang pukul 20.00 WIB. Seminggu kemudian, suami saya kok tiba-tiba ditangkap sama polisi di pangkalannya pas pukul 13.00. Kalau kata temen se-ojeknya. Suami saya tuh korban salah tangkap," ungkap warga Jalan J Buntu RT 02/12 no 27, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (20/11).

Mirisnya, Nurohmah mendapatkan penangkapan itu setelah ia bersama mertuanya mencari keberadaan suaminya yang tak kunjung pulang. Ibu satu anak itu tak percaya kalau suaminya terlibat pengeroyokan hingga menyebabkan seseorang tewas. 

"Saat kejadian itu suami saya lagi sama saya. Masalahnya aneh, kok polisi asal tangkap. Yang seharusnya ditangkep itu Dodi. Dia tukang ojek yang malam. Soalnya dari temen ojek malamnya bilang saat itu Dodi lagi mabuk-mabukan," jelas Nurohmah.

Sang suami, kata dia, menyatakan, dipaksa mengakui perbuatan oleh Polres Jakarta Timur terkait kasus pengeroyokkan itu. "Suami saya cerita ia dibentak, pundaknya juga ditendang. Saya gak terima, ini tidak adil. Suami saya bukan orang hina," terangnya.

Karena sering dipaksa, lanjut Nurohmah, suaminya terpaksa mengaku perbuatan yang tidak dilakukannya. "Saya minta keadilan ditegakkan," ucapnya.

Selama dua bulan suaminya dipenjara, Nurohmah pun terpaksa menggantikan suaminya mengojek. Sehari-harinya ia hanya mendapatkan penghasilan kisaran Rp 50.000-Rp 70.000.

Menurutnya penghasilan itu belum cukup untuk menghidupi anaknya yang kini sering sakit-sakitan. Ia pun meminta kepada LBH untuk mendampinginya dan menggugat prakeadilan Polres Jakarta Timur.

Pengacara Pembela Pidana LBH, Romy Leo Rinaldo mengatakan, penangkapan suami Nurohmah secara prosedural melanggar undang-undang. Satuan Polres Jakarta Timur juga tidak menunjukkan tanda anggota kepolisian. Bahkan, tidak menunjukkan surat tugas dan surat perintah penangkapan dalam proses penangkapan Dedi.

"Menurut pengakuan suami ke istrinya, Dedi dipaksa mengaku sebagai pelaku pengeroyokan dan ia mengalami tindak kekerasan," jelas Romy.

Ia menambahkan, pelaku pengeroyokan sebenarnya diperkirakan berjumlah belasan orang yang telah kabur. Namun, kepolisian tidak berhasil menagkapnya. "Dalam hal ini pihak keluarga Dedi merasa ditumbalkan," paparnya,

Ia menegaskan, LBH Jakarta mendesak Mabes Polri dan Polda Metro Jaya untuk menindaklanjuti proses pidana penanganan kasus ini. JUga segera menangkap beberapa pelaku sesungguhnya yang telah kabur ke berbagai daerah.

Kedua, lanjutnya, LBH meminta Komnas HAM untuk melakukan pemantauan dan penyelidikan atas kasus ini. Khususnya terkait dengan hak bebas dari penyiksaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang.

Ketiga, LBH meminta Kompolnas untuk memanggil dan mendesak akuntabilitas Polres Jakarta Timur dalam menangani perkara ini. "Terakhir, LBH meminta Polres Jakarta Timur segera mengeluarkan Dedi dari tahanan sementara," tutup Romy. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement