REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat menolak anggapan jika keputusan Presiden Joko Widodo menaikan harga bahan bakar minyak (BBM), karena pemerintah saat ini 'tersandera' warisan dari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Politikus Partai Demokrat menilai kondisi saat ini tidak bisa dibandingkan dengan kondisi saat SBY memutuskan menaikan harga BBM. Sebab apa SBY terpaksa menaikan harga BBM, karena saat itu harga minyak dunia tengah naik.
"Sementara saat ini, yang dialami saat ini oleh pemerintahan Jokowi-JK berbeda. Saat ini harga minyak dunia justru sedang turun tapi kok harga BBM dinaikan. ini kan aneh," kata Marwan kepada Republika Online, Senin (17/11).
Marwan melanjutkan, Jokowi harus membuktikan janjinya ketika kampanye tidak ingin menyengsarakan rakyat. Saat ini kata Wakil Ketua Komisi XI ini, ekonomi petani sedang dalam kondisi terpuruk akibat jatuhnya harga komoditas karet dan sawit. Hal tersebut menurut Marwan akan menjadi semakin parah jika harga BBM jadi dinaikkan .
"Otomotis dengan kenaikan BBM akan naik pula bahan pokok, serta transportasi. Itu perlu dikaji kembali oleh pemerintah Jokowi-JK. Pemerintah Jokowi harus membuka kembali buku putih yang kerap dibagikan oleh PDI Perjuangan saat rencana kenaikan BBM pemerintahan SBY," politikus asal Lampung ini.
Marwan menambahkan kritikan yang diberikan Fraksi Demokrat bukan untuk menyudutkan pemerintahan Jokowi. Melainkan kata dia karena komitmen Partai Demokrat sebagai penyeimbang yang siap mendukung kebijakan pemerintah yang pro rakyat dan mengkritik kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.
Untuk itu Marwan meminta kepada pemerintahan Jokowi-JK agar menunda kenaikan BBM, yang kabarnya tidak akan lama lagi. "Kita harapkan agar pemerintah menunda kenaikan BBM. Alasan apapun kenaikan harga BBM saat ini sangat tidak tepat," ujar Marwan.