Sabtu 15 Nov 2014 14:50 WIB

ICMI Pertanyakan Sikap KIH Hambat Pemerintah Bekerja

etua Presidium ICMI Nanat Fatah Natsir (kanan).
Foto: Antara
etua Presidium ICMI Nanat Fatah Natsir (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof Nanat Fatah Natsir mempertanyakan sikap Koalisi Indonesia Hebat di parlemen yang justru menghambat DPR untuk melaksanakan tugasnya bekerja bersama pemerintahan.

"Kalau KIH (Koalisi Indonesia Hebat, red) terus menerus seperti itu, lalu siapa sebenarnya yang menghambat pemerintah? Pemerintahan sudah berjalan dan banyak hal yang seharusnya sudah dibahas bersama DPR," kata Nanat Fatah Natsir dihubungi di Jakarta, Sabtu (15/11).

Mantan rektor UIN Bandung itu mempertanyakan apa motivasi KIH di parlemen yang sebenarnya. Dia justru menduga bahwa permasalahan sebenarnya bukanlah kekhawatiran KIH bahwa sistem presidensial akan terganggu bila Koalisi Merah Putih (KMP) menguasai parlemen.

Nanat menilai ada beberapa orang di kubu KIH yang kecewa karena gagal menjadi menteri di Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Mereka kemudian memanfaatkan posisinya sebagai anggota DPR untuk bermanuver. "Seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan oleh ibunya, lalu merajuk di depan tamu. Kalau situasi DPR terus seperti ini, Presiden Jokowi malah terhambat untuk bekerja," tuturnya.

Karena itu, direktur Institut Madani Nusantara tersebu mendorong KMP untuk jalan terus meski tanpa KIH. DPR harus tetap menjalankan tugas dan fungsinya untuk bekerja bersama pemerintah.

"Seharusnya DPR sudah melakukan rapat-rapat dengan pemerintah. Komisi-komisi sudah melakukan rapat dengan kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerjanya," katanya.

Nanat mengatakan tuntutan KIH terhadap perubahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) karena dianggap membahayakan pemerintah dan tidak sesuai dengan sistem presidensial tidak beralasan.

Pasalnya, UUD 1945 sudah menegaskan bahwa DPR tidak bisa menggulingkan presiden dan presiden tidak bisa membubarkan DPR.

"Menurut saya KIH berlebihan. Ketakutan Presiden Joko Widodo akan dimakzulkan di tengah jalan tidak beralasan. Itu tidak dibenarkan dalam konstitusi. Presiden hanya bisa digulingkan bila terbukti melanggar undang-undang dan konstitusi," katanya.

Di sisi lain, Nanat mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) juga telah menyatakan UU MD3 tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu, undang-undang tersebut bisa dilaksanakan oleh DPR.

"Jadi apa yang dikhawatirkan? Kalau mau jujur, KMP juga tidak pernah macam-macam membuat kabinet tandingan meskipun tidak mendapat jatah posisi menteri satu pun. Di Jawa Tengah, alat kelengkapan dewan di DPRD juga dikuasai KIH dan tidak ada masalah," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement