Rabu 12 Nov 2014 21:53 WIB

Saksi Ahli: Jika Disodomi 13 Kali Korban Sudah Mati

Terdakwa kasus dugaan kekerasan seksual terhadap siswa Jakarta International School (JIS), Agun Iskandar saat tiba di Pengadilan Negri Jakarta Selatan, Selasa (26/8).(Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Terdakwa kasus dugaan kekerasan seksual terhadap siswa Jakarta International School (JIS), Agun Iskandar saat tiba di Pengadilan Negri Jakarta Selatan, Selasa (26/8).(Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar kasus dugaan kekerasan seksual di TK Jakarta International School (JIS), Rabu (12/11). Seperti sebelumnya sidang digelar secara tertutup dengan menghadirkan saksi ahli dari rumah sakit Polri dr Jefferson.

Kuasa hukum tersangka Agun Iskandar, Patra M Zen mengatakan dalam kesaksian dr Jefferson mengatakan jika nanah yang ada di anus korban MAK, bukan dari pernyakit herpes melainkan akibat bakteri. Selain itu, dokter dari RS Polri itu juga menyangsikan jika korban telah 13 kali mengalami kekerasan seksual berupa sodomi.

"Jika memang benar korban disodomi sampai 13 kali pasti sekarang sudah mati," ujar Jefferson seperti  disampaikan oleh Patra M. Zen.

Selain itu, Jefferson juga heran dengan penyidik yang memeriksa anus terdakwa, bukan anus korban. Patra mengatakan keterangan dari Jefferson memperkuat dugaan pihaknya bahwa ada banyak kejanggalan dalam kasus ini.

Dr Jefferson adalah salah satu dari dua ahli yang dihadirkan oleh JPU di luar saksi yang ada di BAP. Kedua ahli ini dihadirkan setelah 13 saksi dalam 14 persidangan yang telah dilakukan tidak menemukan fakta adanya sodomi yang dilakukan pekerja kebersihan JIS terhadap AK, siswa TK di sekolah itu.

 

Pernyataan dr Jefferson hari ini semakin memperkuat kesaksian dr Narrain Punjabi dari SOS Medika dalam sidang 29 September 2014. Dia menyebut bahwa adanya herpes pada AK kemungkinan akibat salah diagnosa.

Namun permintaan dr Narrain agar MAK kembali diperiksa seminggu setelah pemeriksaan pertama tanggal 22 Maret tidak diindahkan ibu korban. Berbekal diagnosa awal dari SOS Medika itulah ibu AK mengungkap bahwa anaknya telah disodomi dan 6 pekerja kebersihan jadi pelakunya.

Patra menambahkan, ahli lain yang dihadirkan yaitu Psikolog Setyanu Ambarwati.  Dalam keterangannya Ambarwati menyatakan bahwa MAK memang mengalami trauma.

Ambarwati juga menegaskan bahwa korban tidak akan kembali ke tempat yang membuat trauma. Namun kenyataannya, MAK masih kembali ke sekolah jika memang trauma itu terjadi akibat adanya kekerasan seksual di sekolah.

"Artinya trauma itu terjadi bukan karena sodomi. Bisa jadi korban trauma karena akibat laporan ibu korban ke polisi harus mengikuti serangkaian pemeriksaan, seperti di rumah sakit, polisi dan juga jadi saksi," jelasnya.

Keterangan Ambarwati hari ini sejalan dengan penjelasan Seto Mulyadi dalam sidang 13 Oktober 2014. Seto yang menjadi psikolog MAK setelah kasus ini mencuat ke publik menegaskan, bahwa jika sodomi terjadi maka korban tidak akan mungkin untuk kembali ke lokasi kejadian.

Namun dalam sidang tanggal 3 November dua guru MAK yaitu Murphy Neal Vohn dan Lusiana Christina Siahaan menegaskan bahwa siswanya ini selama Desember 2013 - Maret 2014 tetap ceria di sekolah dan masih menggunakan toilet yang diduga sebagai tempat kejadian itu.

"MAK melakukan aktivitas seperti hari-hari biasa dan tetap ceria. Tidak ada unsur trauma atau hal-hal aneh pada diri MAK ketika berada disekolah," demikian keterangan Murphy usai sidang di PN Selatan seperti disampaikan kembali oleh Patra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement