Senin 10 Nov 2014 10:07 WIB
Tokoh Islam melawan penjajah

Rasuna Said, Singa Betina Jago Orasi (bagian 1)

Rep: c01/ Red: Joko Sadewo
Rasuna Said
Foto: pinkkorset.com
Rasuna Said

REPUBLIKA.CO.ID,Sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan tidak bisa dilepaskan dari peran tokoh-tokoh Islam. Mereka bergerak dan mengambil peran penting dalam mendorong perlawanan terhadap penjajah dan merebut kemerdekaan.

Tokoh-tokoh keagamaan seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga turut mengerahkan para santri dan masyarakat sipil yang kala itu lebih patuh pada para kyai dibanding pemerintah sebagai milisi perlawanan. Perlawanan rakyat Indonesia yang semula spontan dan tidak terkoordinasi ini pun makin hari menjadi teratur.

Berikut Republika Online (ROL) akan mengupas sedikit tentang siapa mereka dan bagaimana peran mereka dalam kemerdekaan Republik Indonesia.

Rasuna Said, Singa Betina Jago Orasi

Rasuna Said yang bernama lengkap Hajjah Rangkayo Rasuna Said lahir pada 14 September 1910 di Maninjau, Sumatera Barat. Rasuna Said merupakan bangsawan keturunan Minang. Ayahnya, Muhamad Said, merupakan saudagar Minangkabau dan mantan aktivis pergerakan.

Setamatnya dari pendidikan Sekolah Dasar, Muhamad Said mengirim Rasuna Said untuk belajar di Pesantren Ar-Rasyidiyah. Di pesantren itu, Rasuna Said merupakan satu-satunya santri perempuan. Meskipun Rasuna Said adalah satu-satunya santri perempuan, ia menonjol dalam bidang akademis. Orang-orang mengenalnya sebagai sosok yang pandai, cerdas, dan berani.

Selepas dari Pesantren Ar-Rasyidiyah, Rasuna Said mengenyam pendidikan di Diniyah Putri Padang Panjang. Di sana, Rasuna Said bertemu dengan Rahmah El Yunusiyyah yang merupakan seorang tokoh gerakan Thawalib, sebuah gerakan yang dibangun kaum reformis Islam di Sumatera Barat.

Rasuna Said sendiri merupakan sosok pejuang kemerdekaan yang juga giat dalam memperjuangkan persamaan hak antara pria dan wanita. Karenanya, Rasuna Said sangat memperhatikan pendidikan dan kemjuan kaum wanita. Sebagai bentuk dedikasinya, ia sempat mengajar di Diniyah Putri hingga 1930.

Mundurnya Rasuna Said sebagai guru bukan karena ia tidak lagi peduli pada pendidikan perempuan, hanya saja ia berpandangan bahwa kemajuan kaum wanita tidak hanya bisa didapat dengan mendirikan sekolah, tetapi harus disertai pula dengan perjuangan politik. Rasuna Said sempat mengajukan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah Putri, akan tetapi ditolak.

Karir politik Rasuna Said dimulai dengan bergabung bersama Sarekat Rakyat (SR) sebagai sekretaris cabang. Setelahnya, pada 1930, Rasuna Said bergabung dengan Soematra Thawalib dan mendirikan Persatoean Moeslimin Indonesia (PERMI) di Bukittinggi. Selain mendirikan PERMI, Rasuna Said juga mengajar di sekolah-sekolah PERMI serta mendirikan Sekolah Thawalib di Padang. Selain itu, Rasuna Said juga memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukittinggi.

Di samping cerdas, Rasuna Said juga memiliki kemahiran dalam berpidato atau berorasi. Dalam pidatonya, Rasuna Said kerap menyampaikan kecamannya terhadap pemerintahan Belanda. Akibat aksinya ini, Rasuna Said menjadi wanita pertama yang mendapat hukuman Speek Delict.  Speek Delict ialah hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapa pun yang berbicara menentang Belanda dapat diberi sanksi.

Akibat keberaniannya mengkritik pemerintahan Belanda, Rasuna Said diberi julukan “Singa Betina”. Rasuna Said bersama para teman seperjuangan juga pernah ditangkap dan dipenjara pada tahun 1932 di Semarang oleh pemerintahan Belanda. Selepasnya dari penjara, Rasuna Said langsung melanjutkan pendidikannya di Islamic Collage.

sumber : berbagai sumber
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement