Ahad 09 Nov 2014 15:22 WIB

Gusdurian: Penolakan Pengosongan Kolom Agama di KTP Berlebihan

KTP
Foto: Republika/Tahta Aidilla
KTP

REPUBLIKA.CO.ID, KEDIRI -- KEDIRI -- Jaringan Gusdurian Jawa Timur mendukung rencana pemerintah yang memperbolehkan kolom agama di KTP dikosongkan. Terkait pro dan kontra atas rencana Kementerian Dalam Negeri mengosongkan kolom agama, ia menilai hal itu seharusnya tidak perlu terjadi.

Koordinator Jaringan Gusdurian Jatim Aan Anshori menilai, setiap setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mencantumkan agama atau keyakinan yang dianutnya. Pihak mana pun, termasuk Negara, tidak diperbolehkan memaksa seseorang untuk mengakui agam atau keyakinan di luar yang dipeluknya.

Pihaknya prihatin dengan adanya pro dan kontra yang terjadi terkait dengan rencana tersebut. Justru, ia menilai reaksi yang ada sudah berlebihan, misalnya, dengan membenturkan kebijakan tersebut sebagai upaya melawan Pancasila.

"Maraknya respon terkait dengan rencana pengosongan kolom agama itu menunjukkan bahwa masyarakat menganggap status agama di KTP saat ini masih penting," ujarnya, Ahad (9/11).

Di Indonesia, agama yang diakui oleh pemerintah adalah enam. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 sebagai perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan disebutkan bahwa agama yang dicantumkan dalam e-KTP adalah agama resmi yang diakui Pemerintah yakni Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu.

Namun, saat ini masih ada sekitar 1 juta warga Indonesia yang agama atau keyakinannya belum bisa diakomodasi dalam kolom KTP, dengan alasan yang tidak jelas. Bahkan, ujung-ujunya mereka harus memilih salah satu dari enam agama resmi tersebut.

"Mereka dipaksa memilih salah satu dari enam agama 'resmi' untuk dicantumkan. Kondisi ini pada gilirannya berimplikasi serius di kemudian hari. Mereka terkendala mendapatkan hak-haknya di sektor lainnya," tegasnya.

Pihaknya mengkritik praktik yang meminta agar warga memilih salah satu agama yang sudah resmi, dan dinilai memprihatinkan. Jika kondisi ini dibiarkan, Negara dinilai telah gagal memberikan jaminan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak beragama dan berkeyakinan sebagaimana tercantum dalam konstitusi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement