REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Sebagian masyarakat yang berada di luar Pulau Jawa enggan mendaftar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan karena manfaat yang diperoleh berbeda dengan users di Pulau Jawa.
"Masih ada ketimpangan dalam distribusi layanan kesehatan antara Jawa dan luar Jawa. Karena itu, masyarakat luar Jawa masih enggan mendaftar BPJS," kata pakar jaminan sosial Universitas Gajah Mada (UGM) Prof dr Laksono Trisnantoro, Rabu (5/11).
Di sisi lain, masyarakat di Jawa yang cerdas dan mengerti tentang manfaat BPJS, pasti akan mendaftar menjadi peserta. Itu karena layanan kesehatan di Jawa relatif lebih memadai daripada di luar Jawa.
"Misalnya, ada di daerah di Jawa yang memiliki beberapa spesialis orthopedi. Sementara di daerah lain, ada yang sama sekali belum memiliki spesialis ortopedi," tuturnya.
Padahal, BPJS Kesehatan memerlukan banyak pemasukan dana, apalagi pemerintah telah meluncurkan program Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang penyelenggaraannya juga melalui BPJS.
"Dengan adanya KIS, pengeluaran BPJS pasti bertambah. Secara logika KIS itu bagian dari BPJS. BPJS adalah lembaga yang secara hukum ditunjuk menyelenggarakan jaminan sosial," kata guru besar Fakultas Kedokteran UGM itu.
Namun, meskipun Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS secara bertahap mewajibkan seluruh rakyat Indonesia menjadi peserta BPJS, Laksono menilai belum ada aturan yang mengatur sanksi yang tegas bagi yang tidak menjadi peserta.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meluncurkan program perlindungan sosial berupa KIS, Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di Kantor Pos Besar Jakarta, Jalan Pasar Baru, Jakarta Pusat pada Senin (3/11).