REPUBLIKA.CO.ID, BALAI KOTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memastikan Upah Minimum Provinsi (UMP) telah disesuaikan dengan rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) akhir tahun ini. Jumlah kenaikan tersebut adalah 10 persen dari jumlah UMP saat ini yaitu sebesar Rp 2,4 juta.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta menjelaskan nilai kenaikan tersebut didapatkan dari pertimbangan besaran angka inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta proyeksi Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Menurutnya, besaran angka inflasi menjadi pertimbangan karena hal tersebut akan terjadi saat kenaikan BBM terjadi.
"Kalau kami prediksi pasti akan ada kenaikan persentase inflasi karena kenaikan BBM. Nah jadi kalau nilai KHL Rp 2,4 juta saat ini dan peningkatan inflasi terjadi saya kira UMP jadi sekitar Rp 2,6-2,7 sudah cukup," ujar Basuki di Balai Kota, Selasa (4/11).
Pria yang akrab disapa Ahok ini menuturkan kenaikan UMP dengan jumlah tersebut dinilai sangat adil, baik untuk para buruh maupun pengusaha. Pasalnya, apabila tuntutan kenaikan 30 persen dipenuhi oleh Pemprov DKI, maka banyak usaha yang mengalami kerugian besar.
Meski tidak memenuhi tuntutan buruh, mantan Bupati Belitung Timur tersebut menjamin kualitas kehidupan mereka dapat lebih baik. Hal ini diusahakan dengan menjamin pendidikan untuk anak-anak para pekerja, serta kesehatan buruh.
Selain itu, untuk mengantisipasi meningkatnya kebutuhan para buruh akibat kenaikan BBM, Pemprov DKI akan meningkatkan jumlah transportasi massal yang ada di Ibu Kota. Dengan demikian selain hemat untuk para pekerja, masyarakat juga dapat perlahan beralih ke transportasi umum sehingga masalah kemacetan dapat berkurang.
"Kenaikan BBM ini kan memang harus dilakukan. Lagipula selama ini pengguna BBM subsidi itu orang yang bawa kendaraan pribadi. Jadi, lebih baik kan kami menambah transportasi umum yang hemat, bahkan gratis seperti bus bertingkat," ujar Ahok.
Seperti diketahui pemerintah pusat akan menaikkan harga BBM bersubsidi, sekitar November ini. Hal ini disebabkan anggaran untuk subsidi BBM sudah sangat tinggi. Bahkan, pemerintah disebut harus mengeluarkan Rp 1 triliun untuk hal tersebut.