Selasa 04 Nov 2014 16:13 WIB

Pengamat: Pemerintahan Jokowi-JK Harus Wujudkan Kedaulatan Pangan

Kedaulatan Pangan (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Kedaulatan Pangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Jokowi-JK diminta untuk mewujudkan komitmennya pada saat kampanyenya terkait Program Kedaulatan Pangan, sebagai pilihan politik pangannya. Apalagi, momen peringatan Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Oktober lalu berdekatan dengan dimulainya pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla

"Adanya kemauan pemerintah baru untuk mewujudkan kedaulatan pangan hendaknya tidak sebatas hanya cita-cita yang tercantum dalam program kerjanya," ujar pengamat dan praktisi bisnis pupuk, Acu Kusnandar kepada ROL, Selasa (4/11).

Menurut dia,  yang terpenting adalah peran pemerintah untuk mengimplementasikan Program Kedaulatan Pangan agar benar-benar dapat mengoptimalkan implementasinya dengan menekankan basis keunikan dan kekuatan sumber daya lokal, termasuk mengoptimalkan peranan sumber daya manusia lokal.

Dengan terwujudnya kedaulatan pangan, kata dia, diharapkan kecukupan kebutuhan pangan bagi individu dan rumah tangga bisa dipenuhi tanpa ketergantungan pihak lain melalui impor.

"Kedaulatan pangan tidak terlepas dari makna ketahanan pangan dan kemandirian pangan. Kedaulatan pangan terkait dengan pihak yang menguasai sumber dan persediaan pangan, sedangkan kemandirian pangan terkait dengan proporsi kemampuan dalam  memproduksi pangan. Di lain pihak ketahanan pangan menunjukan kecukupan persediaan bagi setiap orang baik kualitas maupun kuantitas pada setiap saat," papar doktor bidang Manajemen Bisnis jebolan Unpad itu.

Acu menegaskan, kedaulatan pangan merupakan hak negara. Menurut dia, dalam menentukan kebijakan pangan secara mandiri yang memberikan jaminan terhadap hak atas pangan bagi rakyat  sehingga   mendapatkan produksi pangan sendiri dan  melawan kesewenangan yang merusak sistem produksi pangan rakyat melalui perdagangan, investasi, serta alat kebijakan lainnya.

"Dengan demikian, kedaulatan pangan menuntut partisipasi aktif  segenap unsur masyarakat untuk berkontribusi pada kecukupan kebutuhan pangan," tegasnya.

Menurut dia, pemerintahan baru Indonesia perlu memperjelas dan fokus terkait politik pertanian khususnya di bidang pangan kedepan. "Mengingat tingginya ketergantungan terhadap impor dari negara lain. Makin hari  kita makin bergantung pada impor beras, buah-buahan, sayur-mayur, dan sebagainya," papar mantan direksi bank bjb itu.

Kondisi itu, lanjut Acu, menggambarkan betapa ketahanan pangan yang digembor-gemborkan pemerintah masih rapuh. Padahal, kata dia, pangan merupakan kebutuhan pokok bangsa Indonesia, apalagi dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk negara kita yang masih tinggi sehingga hal ini memunculkan kerawanan pangan.

"Pada akhirnya kerawanan pangan dapat menyebabkan gizi buruk, kerawanan sosial, dan sebagainya. Ironisnya lagi, negara kita adalah negara agraris yang sebagian besar mata pencahariannya adalah petani," ucapnya. Sehingga, kata Acu, sektor pertanian menjadi sangat strategis selain produknya merupakan makanan pokok juga merupakan sektor yang menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup banyak.

Acu juga mengingatkan, program kedaulatan pangan menjadi sangat strategis apalagi dikaitkan dengan pemberlakukan MAE (Masyarakat Ekonomi Asean). Karena MAE dapat mengakibatkan iklim kompetisi yang tinggi  yang bisa menjadi tantangan sekaligus ancaman apabila tidak diantisipasi dengan baik.

"Bagaimana agar produk kita bersaing termasuk didalamnya produksi pertanian, sehingga politik pertanian kita diarahkan agar produk pertanian kita memiliki daya saing dari sisi kuantitas dan kualitas," cetusnya.

Menurut Acu, dalam menjalankan program kedaulatan pangan terkait produktivitas pertanian bisa melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi. Guna meningkatkan produktivitas pertanian, kata dia, pemerintah perlu melakukan langkah konkret berupa optimalisasi dan perluasan lahan pertanian, penyediaan dan peningkatan sarana penunjang pertanian seperti pengadaan mesin pertanian, obat-obatan, benih unggul, pupuk, sarana irigasi serta sarana pertanian lainnya.

"Meski demikian, untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikaksi tersebut memerlukan kebutuhan anggaran dana yang tidak sedikit. Terkait dengan hal tersebut juga perlunya pemerintah memperhatikan kesejahteraan petani. Bagaimana petani bisa memproduksi pangan dengan keuntungan yang optimal melalui kemudahan mendapatkan benih unggul, pupuk, obatan-obatan dan sarana lainnya dengan harga yang bisa menekan ongkos produksi," tegas Acu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement