Ahad 02 Nov 2014 15:16 WIB
Deklarasi Balfour, Lahirnya Israel dan Berakhirnya Palestigina (bagian 4)

Deklarasi Balfour Hanya Menyebut Rumah Orang Yahudi Bukan Negara

Rep: c01/ Red: Joko Sadewo
Pemukiman Yahudi di Tepi Barat
Foto: AP
Pemukiman Yahudi di Tepi Barat

REPUBLIKA.CO.ID, Deklarasi Balfour melahirkan dasar permusuhan kaum Yahudi-Arab yang saat ini menjadi ancaman besar bagi perdamaian dunia. Diterbitkan pada 2 November 1917 oleh Inggris Raya, Deklarasi Balfour ini membuat terjadinya imigrasi kaum Yahudi secara besar-besaran dari seluruh penjuru dunia ke Palestina. Pada akhirnya, imigrasi ini membuka jalan pada terbentuknya negara Israel.

Deklarasi Balfour ini juga bisa dianggap sebagai kemenangan diplomatik terbesar bagi ‘tujuan’ Zionis di Timur Tengah. Lord Rothschild dan Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour merupakan sosok kunci di balik dokumen Deklarasi Balfour yang kemudian disampaikan pada para pimpinan pergerakan Zionis dalam bentuk surat. Akan tetapi, mereka selalu dikritik karena salah memaknai ‘Deklarasi’. Balfour menulis:

“Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina, sebuah rumah untuk orang Yahudi (a national home for the Jewish people), dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, ini jelas dipahami bahwa tidak ada suatu pun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya.”

Beberapa ahli sejarah memperdebatkan bahwa Deklarasi Balfour tidak memiliki kata “Negara Yahudi” atau “Israel”, melainkan dinyatakan sebagai “Rumah bagi para orang-orang Yahudi” di Palestina.

Terkait kata “Orang-orang Yahudi” pun belum jelas apakah diperuntukkan bagi populasi Yahudi yang tinggal di Palestina saja atau para kaum Yahudi yang ada di seluruh dunia. Kritikan besar lainnya yang dihadapi oleh kaum Yahudi ialah mereka tidak menghormati deklarasi tersebut dengan melakukan kekerasan pada “hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement