Kamis 30 Oct 2014 07:30 WIB

Ini Kritik Ilham Habibie untuk Kabinet Jokowi-JK

Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla saat membacakan pengumuman kabinet di Istana Negara, Ahad (26/10)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla saat membacakan pengumuman kabinet di Istana Negara, Ahad (26/10)

REPUBLIKA.CO.ID, PEKABARU --  Ilham Akbar Habibie mengeritik struktur Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla terkait Kementrian Riset Teknologi dan Dirjen Perguruan Tinggi yang seharusnya juga menggabungkan Kementerian Industri.

Kementerian itu seharusnya juga bukan dikoordinir oleh Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, tapi Menko Ekonomi, kata Ilham, putra mantan Presiden Baharuddin Jusuf Habibie di Pekanbaru, Rabu Kemarin.

"Penggabungan ristek dengan dikti sudah bagus, tapi belum optimal. Seharusnya secara koordinatif juga dimasukkan langsung dari industri. Ristek kadang hanya lebih kepada administrator dan bukan orang industri walaupun mengetahui," katanya.

Dia menjelaskan bergabungnya perguruan tinggi dengan ristek bagus karena unversitas banyak meneliti sesuatu tapi tidak dimanfaatkan. Setelah bergabung, orang dari Ristek bisa kerja sama dengan universitas agar penelitian mendapat arahan dan lebih bermanfaat, tapi itu saja belum optimal karena yang akan menggunakannya adalah orang industri.

Terkait Menko, menurutnya ristek dan dikti mestinya berada di bawah koordinator bidang ekonomi karena hal ini terkait dengan peningkatan daya saing. Ristek dan Dikti itu, katanya, tidak umum karena tidak semua orang bisa kuliah, apalagi meneliti.

Kemudian bidang pembangunan manusia dan kebudayaan, lanjutnya, terkait dengan pendidikan hanya untuk sekolah dasar dan menengah. Sementara itu, perguruan tinggi lebih spesialis dan bukan umum karena menyangkut daya saing ekonomi.

"Jadi mestinya M. Nasir pindah dari 'Portfolio' Puan Maharani ke 'Portfolio' Sofyan Djalil," sarannya.

Menurut dia, hal ini penting dalam rangka mempercapat kesiapan Indonesia menghadapi persaingan global. Oleh karena itu perlu investasi untuk teknologi dan pengembangan di Indonesia yang saat ini masih sangat rendah.

Hal tersebut, kata dia, harus segera diubah apalagi Indonesia 15 tahun lagi diperkirakan akan menjadi ekonomi ketujuh terbesar di dunia. "Beberapa investasi harus dilakukan di antaranya investasi SDM, investasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta investasi inovasi dan kewirausahaan" jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement