Sabtu 25 Oct 2014 16:51 WIB

Komnas PA Usul Pelaku Kejahatan Seksual Disuntik Kimia

Sejumlah pelajar yang menjadi tersangka kasus geng motor memeluk Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait di Mapolresta Pekanbaru, Senin (20/5).
Foto: Antara
Sejumlah pelajar yang menjadi tersangka kasus geng motor memeluk Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait di Mapolresta Pekanbaru, Senin (20/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait menyatakan, pelaku kejahatan seksual terhadap anak dihukum kebiri melalui suntik kimia, untuk menimbulkan efek jera.

"Kekerasan seksual terhadap anak ini merupakan kejahatan kemanusiaan, seharusnya hukuman kepada pelaku setimpal atau dihukum berat maksimal seumur hidup, minimal 20 tahun dan ditambah pemberatan hukuman kebiri melalui suntik kimia," katanya di Jakarta, Sabtu (25/10).

Ia menjelaskan, saat ini, hukuman kebiri melalui suntik kimia ini sudah diberlakukan di beberapa negara. Misalnya, Korea Selatan dan saat ini Malaysia dan Turki suah menggagas hukuman kebiri tersebut.

"Hukuman kebiri ini tambahan dari putusan hakim, selain hukuman fhisik dan Indonesia bisa memberlakukan hukuman itu untuk menekan angka kasus kejahatan seksual yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang tinggi," ujarnya.

Namun sayang pada saat diusulkan hukuman kebiri ini, kata dia, respons dari Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kurang.

"Respons DPR dalam perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hanya meningkatkan minimal hukuman tiga tahun menjadi lima tahun penjara, sementara hukuman maksimalnya masih 15 tahun," ujarnya.

Menurut dia, hukuman kepada pelaku kejahatan seksual ini harus berkeadilan bagi anak korban kejahatan itu, apalagi kejahatan-kejahatan telah memenuhi persyaratan-persyaratan menjerat pelaku-pelaku kejahatan yang dilakukan orang dewasa itu sudah terpenuhi.

"Kami menilai penegakan hukum kepada pelaku kejahatan ini belum berkeadilan, karena masih lemah, apalagi apabila salah satu alat bukti seperti saksi tidak bisa dihadirkan maka pelaku kejahatan ini bisa bebas hukuman," ujarnya.

Berdasarkan data dan laporan yang diterima dalam dalam empat tahun terakhir (2010 hingga 2014) sebanyak 21.689.797 kasus tersebut terjadi di 34 provinsi dan 179 kabupaten/kota.

Sebanyak 62 persen dari pelanggaran hak anak tersebut merupakan kejahatan seksual, selebihnya kekerasan fisik, penelantaran, penculikan, eksploitasi ekonomi, perdagangan anak untuk eksploitasi seksual komersial serta kasus-kasus perebutan anak.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement