Rabu 22 Oct 2014 11:31 WIB

Stok Politisi Bersih Masih Banyak

Rep: elba damhuri/ Red: Erdy Nasrul
Jokowi dan Jusuf Kalla di Rumah Transisi, Jakarta Pusat, Ahad (28/9) malam WIB.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Jokowi dan Jusuf Kalla di Rumah Transisi, Jakarta Pusat, Ahad (28/9) malam WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan wapres Jusuf Kalla (JK) harus berani bersikap sebagai bentuk konsistensi perwujudan prinsip pemerintahan yang bersih. Ini dilakukan keduanya ketika dihadapan dengan parpol soal kandidat menteri yang dirasa bermasalah.

Pengamat politik UGM Arie Sudjito mengatakan penilaian KPK dan PPATK harus menjadi pertimbangan utama, para kandidat yang bermasalah dan potensial korupsi sebaiknya diganti. Jangan sampai, kata Arie, calon menteri dipaksakan oleh parpol pengusung dan akan menjadi beban pemerintahan Jokowi kelak.

"Kita tahu bahwa jumlah politisi parpol yang bersih stoknya masih banyak," kata Arie, Rabu (22/10).

jika ada kandidat yang diajukan parpol ternyata bermasalah jangan dipaksakan dipasang. Termasuk, jelas Arie, golongan profesional yang potensial korupsi berdasarkan penilaian KPK dan PPATK harus dihentikan sekarang sebelum terlanjut.

Ia meminta Presiden Jokowi belajar dari kegagalan SBY saat memilih menteri dan tersandung korupsi yang akhirnya merugikan pemerintahan SBY dimata publik. Arie merasa yakin Jokowi akan mendapatkan dukungan dari rakyat jika mendengarkan KPK dan PPATK.

"Itu artinya, mengawalilah dengan tindakan bersih, jangan sampai dukungan besar rakyat diawali dengan kekecwaaan dengan keliruan memilih kabinet," kata Arie yang juga pakar sosiologi itu.

Menurut dia, jika ada pihak yang tidak suka kerjasama antara Jokowi dan KPK serta PPATK dalam penyusunan kabinet, maka abaikan saja pendapat itu. Publik lebih percaya kerja sama Jokowi KPK dan PPATK dalam menyusun kabinet dibanding politisi.

Ia mengingatkan bahwa tantangan Jokowi begitu besar di hadapan kelompok oposisi serta harapan rakyat juga besar. Jangan sampai, pintanya, semua itu menjadi cidera gara-gara urusan kabinet yang komposisinya diisi orang yang bermasalah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement