Senin 20 Oct 2014 16:47 WIB

Jokowi-JK Diminta Selesaikan Tujuh Persoalan HAM

Rep: C57/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
  Sejumlah pedagang dan pengunjung mengenakan topeng bergambar Jokowi saat menonton bersama melalui TV acara pelantikan Presiden, Joko Widodo dan wakilnya, Jusuf Kalla di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Senin (20/10). (Antara/Maulana Surya)
Sejumlah pedagang dan pengunjung mengenakan topeng bergambar Jokowi saat menonton bersama melalui TV acara pelantikan Presiden, Joko Widodo dan wakilnya, Jusuf Kalla di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Senin (20/10). (Antara/Maulana Surya)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres RI ketujuh, Muhammad Jusuf Kalla (JK), diminta menyelesaikan enam persoalan Hak Asasi Manusia (HAM). Ketua Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM), Hafid Abbas, menyatakan Jokowi-JK harus menyelesaikan enam persoalan terkait HAM yang menjadi tantangan bangsa Indonesia.

"Ada enam persoalan HAM yang harus diselesaikan pemerintahan Jokowi-JK. Pertama, persoalan-persoalan HAM di masa lalu jangan dilihat sebagai ruang gelap," tutur Hafid saat diwawancarai Republika, Ahad (19/10) malam. Komnas HAM, lanjutnya, ingin menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu.

Kedua, paparnya, banyak sekali persoalan-persoalan pengaduan masyarakat ke Komnas HAM. "Rata-rata per hari bisa sampai 25 kasus. Setahun bisa sampai 8000 atau 7000 kasus," ujar Hafid. Bahkan, paparnya, sekarang ada kecenderungan meningkat. Masyarakat mengadukan institusi kepolisian, Pemda dan dunia usaha terkait pelanggaran HAM.

Pemerintahan ke depan harus menata kembali berbagai institusi itu agar masalah pelanggaran HAM dapat teratasi. Ketiga, ungkapnya, banyak sekali masalah konflik atau sengketa pertanahan yang harus segera diselesaikan. Mudah-mudahan pemerintahan mendatang dapat menatanya.

Keempat, lanjutnya, adalah masalah minoritas. Tidak boleh ada dikotomi antara mayoritas dan minoritas. Kelima ialah permasalahan Tenaga Kerja Wanita (TKW) dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

"Ada 6,5 juta TKI-TKW atau buruh migran kita di luar negeri. Dari jumlah itu, ada sekitar 92.000 TKI-TKW yang bermasalah dengan hukum, termasuk 300 orang yang terkena hukuman mati," papar Hafid.

Negara, tegasnya, harus membebaskan para TKI-TKW dan buruh migran itu dari jeratan hukum di luar negeri.

Keenam adalah pemajuan hak-hak ekonomi masyarakat. Jadi, jangan sampai ada masyarakat yang tertinggal, seperti wilayah Papua dan kawasan timur Indonesia.

"Program kesehatan dan pendidikan harus menjadi prioritas pembangunan agar masyarakat Indonesia terbebas dari belenggu kemiskinan," jelas Hafid. Hafid pun yakin pemerintahan Jokowi-JK mendatang bisa menyelesaikan berbagai persoalan HAM itu. "Insya Allah, saya optimis, pemerintah mendatang bisa melakukannya," ungkap Hafid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement