REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wartawan senior, Budiarto Shambazy mengumpamakan, jika jadi guru, maka akan memberikan nilai rapor enam kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Karena, hal yang diwariskan kepada Joko Widodo (Jokowi) adalah masalah.
"Kenapa enam, itu predikat cukup. Sebetulnya bisa delapan, tapi SBY kurang bisa mengkapiltalisasi peluang dia sebagai presiden terpilih secara langsung, yang sebetulnya bisa dimanfaatkan untuk membangun negara," kata Budiarto di Jakarta Pusat, Sabtu (18/10).
Menurutnya, SBY tidak memanfaatkan peluang itu. Ketua Umum Partai Demokrat itu justru terjebak dalam penyanderaan perlemen yang malah bertentangan dengan kepentingan rakyat.
"Banyak peluang emas SBY, kalau diibaratkan gawang sudah kosong tinggal nendang bola tapi malah melenceng," ujarnya.
Peluang tersebut antara lain, pada 2005 pemerintah sudah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Tapi, harga BBM diturunkan lagi hanya karena mempertimbangkan kepentingan partai koalisi.
Akibatnya, sampai saat ini, Indonesia terus disandera mengenai harga harga BBM.
Menurutnya, setiap pemerintahan baru pasti menghadapi peluang dan tantangan yang dinamis. Namun, Jokowi diperkirakan lebih banyak menghadapi tantangan dari pada peluang. Salah satunya adalah soal anggaran.
"Yang menyulitkan Jokowi-JK, rencana kenaikan harga BBM harus dilakukan dalam dua sampai tiga pekan setelah pelantikan. Sehingga peluang semakin kecil untuk bergerak atau improviasasi. SBY meninggalkan banyak masalah," ucapnya.