REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Muktamar VIII PPP di Surabaya resmi ditutup, Jumat (17/10). Muktamar tersebut, salah satunya menghasilkan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Salah satu ketentuan yang diubah adalah dalam pasal 10 terkait jabatan fungsionaris partai.
Ketua DPP PPP Soleh Amin mengatakan, dalam pasal 10 tersebut disebutkan jika ketua umum ataupun jabatan fungsionaris di tingkat pusat maupun daerah terlibat tidak pidana korupsi. Selain itu tertulis, jika ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengundurkan diri.
"Ini kehendak muktamirin sebagai perubahan," katanya usai penutupan Muktamar VIII di Hotel Empire Palace Surabaya, Jawa Timur, Jumat (17/10).
Perubahan ini dilakukan untuk kebaikan PPP dan menjauhkan partai dari perbuatan buruk oknum-oknum yang bisa merusak nama baik partai. Menurut Soleh, keputusan ini telah sah karena diakui dalam Muktamar sehingga dapat langsung diberlakukan.
Soleh mengatakan, oknum yang wajib mengundurkan diri hanya ketika ditetapkan tersangka oleh KPK. Dia beralasan, lembaga antirasuah itu tak mengenal Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) dalam menangani kasus.
Sehingga, kata dia, jika ditetapkan menjadi tersangka maka akan seterusnya hingga mendapat status hukum tetap.
Berbeda dengan kepolisian dan kejaksaan yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan SP3. Untuk itu, jika ditetapkan menjadi tersangka oleh kepolisian dan kejaksaan, fungsionaris diminta untuk intospeksi.
Selain perubahan AD/ART, Muktamar VIII PPP di Surabaya juga menetapkan Romahurmuziy sebagai ketua umum yang terpilih secara aklamasi. Muktamar juga menetapkan PPP menjadi partai pendukung pemerintah.