REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengatakan rencana pertemuan antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo serta pimpinan partai di Koalisi Merah Putih lainnya dinilai sebagai hal yang bagus dalam komunikasi politik yang lebih cair.
"Ada pengakuan terhadap kekuatan politik di luar Indonesia Hebat," kata Zuhro, di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/10).
Sehingga Koalisi Merah Putih yang asumsinya akan kocar-kacir pasca kekalahannya dalam pilpres, kenyataanya menjadi kekuatan untuk mengawasi pembuatan legislasi dan budgeting. Kalau itu hal yang diperbincangkan, ia menilai pertemuan sebagai hal yang profesional dan baik.
Walaupun begitu, Zuhro mengatakan pertemuan tampaknya belum seluruhnya menjadikan hubungan antara KIH dan KMP ke depan langsung cair. Namun ia mengapresiasi peran dari Aburizal Bakrie, yang memulai pertemuan dengan Jokowi kemarin, Selasa (14/10), sebagai perwakilan dari peran KMP.
Zuhro mengatakan, eksekutif harus memperbaiki diri. Karena kemungkinan, masyarakat kurang puas akan kinerja yang maksimal dari periode Susilo Bambang Yudhoyono selama dua periode. Ia berharap, Jokowi dapat merespon dengan cepat akan tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia menjadi satu program terobosan. Seperti yang sudah dijanjikan Jokowi dalam kampanyenya, katanya.
Ia menyarankan, agar pemerintah membuat program yang tidak memerlukan persetujuan DPR. Hal itu menurutnya, agar pemerintah dapat dengan leluasa mengeksekusi programnya.
Ia menyebutkan program yang paling memerlukan persetujuan DPR adalah hal yang berkaitan dengan APBN, seperti pembangunan infrastruktur, BBM, dan pengangkatan pejabat yang memerlukan persetujuan DPR.