Rabu 08 Oct 2014 16:14 WIB

72,3 Persen Rakyat tak Puas Kinerja Penegak Hukum

Rep: c87/ Red: Mansyur Faqih
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (tengah) didampingi Wakil Presiden Boediono (kanan) tiba di lapangan upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Rabu (1/10)(Antara/Widodo S.Jusuf)
Foto: Antara/Widodo S.Jusuf
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (tengah) didampingi Wakil Presiden Boediono (kanan) tiba di lapangan upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Rabu (1/10)(Antara/Widodo S.Jusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 72,3 persen rakyat mengaku tidak puas atas kinerja penegak hukum dan pemberantasan tindak pidana korupsi pada masa pemerintahan SBY-Boediono. Hal itu terlihat dari survei Indonesia Network Elections Survey (INES) pada 18-30 Maret 2013.

"Ketidakpuasan rakyat terhadap kinerja SBY-Boediono tersebut, menurut survei, disebabkan buruknya integritas penegakan hukum," kata Sekretaris Komisi Hukum Nasional (KHN) Mardjono Reksodiputro di Jakarta Pusat, Rabu (8/10). 

Karena, kata dia, para aparat penegak hukum justru terlibat dalam sejumlah kasus pidana. Apalagi, hasil survei Global Corruption Barometer (GCB) pada 2013 yang dilakukan Transparansi Internasional Indonesia (TII) menunjukkan hal yang sama. 

Survei itu menunjukkan terdapat tiga lembaga terkorup di Asia Tenggara. Yakni kepolisian 3,9 persen; parpol 3,6 persen; dan pejabat publik sebesar 3,5 persen. Urutan keempat yakni peradilan dengan 3,4 persen disusul parlemen sebesar 3,3 persen.

Sedangkan hasil survei untuk Indonesia memperlihatkan kepolisian sebagai lembaga terkorup dengan indikasi sebesar 4,5 persen dan disusul parlemen. Peradilan berada di posisi ketiga dengan indikasi 4,4 persen dan parpol di angak 4,3 persen.

Ddengan melihat data tersebut, ujar dia, dapat disimpulkan, bidang pembangunan hukum masih memiliki kelemahan dan kekurangan. Indonesia juga dinilai lemah dalam menangani masalah suap dan korupsi. 

Hal itu menyebabkan sikap permisif masyarakat Indonesia yang mengkhawatirkan.

"Krisis kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum juga menyebabkan wibawa aparat penegak hukum di mata masyarakat kian merosot sehingga tidak ada detterent effect atau efek jera bagi pelaku kejahatan," imbuhnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement