REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG-- Pakar hukum tata negara Universitas Islam Sultan Agung Semarang Dr Rahmat Bowo menilai rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Perppu Undang-Undang Pilkada merupakan langkah tepat.
"Penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) kan harus memenuhi ihwal kegentingan yang memaksa. Tolok ukurnya, yakni terjadi krisis dan kemendesakan," katanya di Semarang, Selasa.
Menurut Rahmat Bowo, ihwal terjadinya krisis sudah terpenuhi dengan banyaknya reaksi penolakan masyarakat atas UU Pemilihan Kepala Daerah meski belum disahkan, apalagi jika UU tersebut sudah disahkan. Syarat kemendesakan juga terpenuhi, kata pengajar Fakultas Hukum Unissula itu, karena jika persoalan UU yang mengamanatkan pilkada tidak langsung itu tak segera ditangani berpotensi menimbulkan kekacauan.
"Jadi, mendesak segera dilakukan upaya untuk mengatasi agar tidak terjadi kekacauan. Pendapat saya, syarat adanya ihwal kegentingan yang memaksa untuk mengeluarkan perppu itu sudah terpenuhi," kata Bowo.
Persoalannya, kata dia, perppu setelah dikeluarkan dalam tempo tertentu harus dimintakan persetujuan ke DPR, yakni dalam masa persidangan berikutnya, dan bisa saja tidak disetujui oleh DPR. Kalau Perppu dikeluarkan sekarang-sekarang ini, misalnya, harus dimintakan persetujuan ke DPR pada masa sidang pertama, bisa saja nanti disetujui atau tidak disetujui oleh DPR.
Jika DPR menyetujui, kata dia, perppu tersebut akan menjadi UU yang mengubah UU Pilkada, tetapi jika DPR tidak menyetujui maka akan dibuatkan UU untuk mencabut perppu yang dikeluarkan itu. Kalau kondisinya sama ketika rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada beberapa waktu lalu, kemungkinan besar Perppu itu tidak disetujui DPR. Sebab, nasib perppu di DPR nanti juga ditentukan voting.
Berbeda kondisinya, kata dia, seandainya SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat bisa menginstruksikan anggota DPR dari Demokrat untuk mendukung pilkada langsung sehingga perppu itu bisa disetujui. "Memang, perppu merupakan hak prerogatif Presiden, termasuk menafsirkan ihwal kegentingan yang memaksa. Yang jelas, Presiden harus teken UU Pilkada dulu, baru bisa mengeluarkan perppu," pungkasnya.