REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setibanya di tanah air pada Selasa (30/9), pukul 00.40 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung menggelar rapat kabinet terbatas di bandara Halim Perdanakusuma. Materi yang dibahas yakni Undang-Undang Pilkada yang disahkan akhir pekan lalu di DPR.
Setelah rapat sekitar 3,5 jam, Presiden SBY memberikan keterangan pers. Dalam keterangannya, ia menceritakan komunikasi dan konsultasi yang dilakukannya dengan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva.
"Saya ingin mendapatkan kejelasan tentang tafsir dari Pasal 20 UUD 1945 dalam konteks penyusunan UUD," katanya.
Hal tersebut berkaitan dengan UU Pilkada yang baru disahkan oleh DPR. Terlebih UU tersebut mendapatkan sorotan dan perhatian tajam dari masyarakat sehingga presiden merasa perlu tahu posisi di bawah konstitusinya seperti apa.
"Saya ingin mendapatkan, katakanlah, pandangan dari MK. Misal karena secara eksplisit saya selaku presiden belum memberikan persetujuan tertulis, apakah masih ada jalan bagi saya untuk tidak memberikan persetujuan," katanya menjelaskan isi konsultasinya dengan ketua MK.
Dijelaskan Ketua MK padanya, meski presiden tak tandatangan UU, dalam waktu 30 hari UU itu tetap berlaku.
"Kesimpulannya, tak ada jalan bagi presiden untuk tidak bersetuju atas apa yang dihasilkan dari paripurna DPR yang lalu. Saya taat azaz," katanya.
Presiden SBY pun menegaskan sedang berusaha mencari jalan keluar alias plan B untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
"Apa yang bisa kami tempuh untuk menyelamatkan pilkada dari yang tidak tepat ke yang tepat yaitu kembali ke pilkada langsung dengan perbaikan-perbaikan dan plan B inilah yang kami matangkan," katanya.