REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Pengamat politik dari Universitas Gorontalo La Husen Zuada, mengatakan, peluang untuk membatalkan Undang-undang Pilkada yang baru disahkan DPR RI, sangat kecil.
Menurut La Husen, Sabtu (27/9), celah untuk mengembalikan pilkada langsung oleh rakyat memang semakin kecil, terkecuali jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak menandatangani UU yang telah disetujui oleh DPR RI tersebut.
"Namun peluang terjadinya opsi ini pun kecil, sebab sikap SBY sesungguhnya sudah dapat dinilai dalam proses pengusulan rancangan UU Pilkada tersebut, yang intinya merupakan inisiatif eksekutif. Artinya adalah RUU ini jelas sudah disetujui oleh sebagai pemimpin eksekutif," kata La Husen.
Kemudian lanjut La Husen, celah lainnya adalah adanya uji materi dan Mahkamah Konstitusi (MK) ternyata memutuskan kepala daerah tetap dipilih secara langsung oleh rakyat.
Namun peluang terjadinya hal itu pun sangat kecil, sebab MK mungkin tidak akan melakukan hal yang dimaksud selama tidak dilakukan amandemen pada pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yang menyebut pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis.
"Istilah demokratis ini kemudian memunculkan banyak definisi dan penafsiran. Berbeda dengan pemilihan presiden yang termuat dalam pasal 6A ayat (1) yang menyebut pemilihan presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat," kata La Husen.
Sebelumnya UU Pilkada menjadi ramai ketika kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat diganti dengan dipilih oleh lembaga DPRD, karena kedua opsi itu hanya berakhir voting di lembaga DPR RI pada Kamis (25/9) lalu.