Jumat 26 Sep 2014 17:44 WIB

Pilkada Langsung Menabrak Pancasila?

Koalisi Merah Putih mendukung pilkada melalui DPRD.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Koalisi Merah Putih mendukung pilkada melalui DPRD.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- DPR telah mengetukkan palu untuk pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang kembali lewat DPRD.Timbul Pro dan kontra di kalangan politisi, akademisi, pengamat, LSM, hingga masyarakat luas. 

Lepas dari silang pendapat itu, intelektual Muslim Prof Yusri Abadi APU mengingatkan,  pemberlakukan demokrasi liberal dalam wujud pemilihan umum langsung kepala daerah hingga presiden -- yang dibangga-banggakan sebagai produk reformasi -- sebenarnya telah menambrak sila keempat Dasar Negara Indonesia, Pancasila. Bunyi sila keempat itu adalah "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaaan dalam permusyawaratan/perwakilan". 

"Demokrasi kita adalah Demokrasi Pancasila, yaitu lewat perwakilan (DPRD/DPR/MPR), bukan pemilihan langsung. Jadi memang yang betul adalah kepala daerah dipilih melalui DPRD, bahkan presiden pun harusnya tidak dipilih langsung oleh rakyat, tetapi melalui DPR/MPR," kata Yusri Abadi APU, dosen pascasarjana di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia, kepada Republika, Jumat (26/9).

Mantan staf ahli menteri agama itu mengingatkan, kalau mau menggunakan sistem liberal dengan pemilihan langsung, risikonya besar. "Untuk pemilihan langsung harus mengubah dulu Pancasila, terutama sila keempat, yang dibuat oleh founding father kita," katanya. 

Dia sepakat bahwa pilkada langsung telah melahirkan beberapa kepala daerah harapan rakyat dan membuat daerahnya maju. Tapi juga jangan menutup mata bahwa terdapat ratusan kepala daerah hasil pilkada langsung terjerumus dan masuk penjara karena korupsi.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hingga Januari 2014 sebanyak 318 dari total 524 kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut kasus korupsi. Belakangan, sejumlah kepala daerah juga satu per satu menyusul ditangkap KPK. Yang terbaru adalah Gubernur Riau, Annas Maamun, yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK saat diduga menerima suap di daerah Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (25/9) sore. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement