Jumat 26 Sep 2014 17:26 WIB
Pilkada Lewat DPRD

PDIP Nilai Demokrat dan SBY Lakukan Rekayasa Politik

Rep: Ira Sasmita/ Red: Bayu Hermawan
PDIP
Foto: Dok Republika
PDIP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai manuver yang dilakukan Fraksi Partai Demokrat saat sidang paripurna pengesahan UU Pilkada, adalah sebuah rekayasa politik.

"Kami merasa dipermainkan, ini sandirawan politik untuk menunjukkan pencitraan. Mereka sebenarnya hanya memecah suara, untuk pastikan opsi pilkada langsung kalah," kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Yasonna Laoly, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (26/9).

Laoly menjelaskan, pada saat proses lobi berlangsung semalam, Partai Demokrat telah menunjukkan gelagat tidak serius dengan komitmen yang diumumkan sebelumnya. Partai Demokrat mendukung Pilkada langsung dengan tambahan 10 syarat, dan bersikukuh sikap mereka dijadikan opsi ketiga. Di luar opsi Pilkada langsung dan Pilkada melalui DPRD.

"PDIP telah sepakat mendukung usulan Demokrat tersebut. Tapi mereka kage, terjadi perdebatan keras di dalam, dan mereka mencari alasan meninggalkan lobi untuk menyampaikan pendapat di paripurna," jelasnya.

Menyadari terjadi pergerakan politik yang berpotensi memecah suara, PDIP dan koalisi pendukung Jokowi-JK yakni PKB dan Hanura memutuskan mendukung permintaan Demokrat. Namun, suasana sidang paripurna yang semakin memanas malah berujung pada aksi walkout Demokrat.

Sikap Fraksi Demokrat, lanjut Laoly, sangat bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono melalui video di laman youtube. SBY menyatakan mendukung kedaulatan rakyat melalui Pilkada langsung.

Ia menegaskan, harusnya jika Demokrat sungguh-sungguh mendukung Pilkada langsung, SBY selaku ketua umum menginstruksikan kepada kadernya di DPR. Untuk memperjuangkan pilihan langsung dan tidak memilih walkout dari paripurna.

Sebagai presiden, Laoly mengatakan harusnya SBY bisa meminta Menteri Dalam Negeri yang mewakilinya di DPR. Saat UU Pilkada hendak disahkan, pemerintah sebagai inisiator bisa mencabut atau tidak menandatangani kesepakatan tersebut. Karena mayoritas rakyat Indonesia menolak Pilkada melalui DPRD.

Menurutnya sikap Partai Demokrat menunjukkan sikap mereka sebagai afiliasi dari Koalisi Mereh Putih. "Mereka akan atur konspirasi untuk rebut semua kepala daerah. Mereka bagi-bagi saja itu republik, oligarki politik semakin kental," ujarnya.

Respon SBY yang menyatakan kecewa atas pengambilan keputusan RUU Pilkada dan berniat menggugat ke Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung dinilainya hanya sebagai pencitraan semata.

"Itu hanya pencitraan politik saja. Kita kan tahu bagaimana track record SBY selama 10 tahun menjadi presiden," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement