Kamis 25 Sep 2014 16:25 WIB

Tak Sertakan Sertifikasi Halal, Kena Sanksi Rp 2 Miliar

Rep: c78/ Red: Esthi Maharani
Produk dengan label halal terpajang di salah satu supermarket di Jakarta, Selasa (23/9). (Republika/Prayogi).
Foto: Republika/Prayogi
Produk dengan label halal terpajang di salah satu supermarket di Jakarta, Selasa (23/9). (Republika/Prayogi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pasca RUU Jaminan Produk Halal (JPH) disahkan, pemerintah mulai ancang-ancang mempersiapkan delapan Peraturan Pemerintah (PP) dan dua Peraturan Menteri (Permen) sebagai implementasi UU tersebut lima tahun mendatang. Termasuk dalam hal penerapan sanksi bagi pelanggarnya, akan diberlakukan sanksi pidana dan perdata berupa denda sampai kurungan penjara.

“Dalam pembahasan Panitia Kerja sempat dibahas, bahwa sanksi hukuman kurungan maksimal lima tahun dan denda dua miliar,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Kemenag) Nur Syam kepada //Republika// ditemui usai menghadiri sidang paripurna pengesahan RUU JPH di gedung DPR RI pada Kamis (25/9).  

Hukuman yang barusan disebutkannya berlaku bagi produsen yang tidak melakukan sertifikasi halal padahal produknya sudah diniatkan halal. Produk tersebut beredar masif di masyarakat dan memang sudah seharusnya disertifikasi.  

Sanksi lainnya ditujukan kepada produsen yang terbukti melakukan pemalsuan dokumen agar memeroleh label halal padahal produknya tidak halal, termasuk produsen yang tidak konsisten menjaga produknya tetap halal setelah disertifikasi.

Produsen jenis ini akan dikenai denda hukuman maksimal dua tahun denda maksimal dua miliar. Namun, ia menegaskan sanksi-sanksi tersebut akan dibahas dan dituangkan dalam PP. sebab, berat ringannya sanksi bergantung pada berat ringannya kesalahan.

Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar tak berkomentar banyak soal langkah ke depan pemerintah pasca RUU JPH disahkan. Yang jelas, ia merasa lega atas disahkannya RUU JPH serta berkomitmen menindaklanjutinya dengan membuat serangkaian PP dan Permen.

“Semuanya berproses dalam lima tahun kemudian, yang jelas kita harus mengakomodasi harapan masyarakat yang ingin mendapat kejelasan status pada produk yang dikonsumsinya,” kata Wamenag.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement