REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Panitia Kerja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja mengatakan, sebelum RUU Pilkada disahkan akan diambil keputusan bersama oleh semua anggota DPR dari sembilan fraksi. Jika tidak dicapai keputusan bersama melalui musyawarah, maka akan dilakukan mekanisme pengambilan keputusan melalui voting terbuka.
"Akan kami lobi dulu supaya bisa diambil keputusan melalui musyawarah. Namun kalau sidang memutuskan lewat voting saja, maka dilakukan voting terbuka karena ini menyangkut kebijakan, bukan orang. Tidak perlu votin tertutup," kata Hakam, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/9).
Politisi PAN itu menjelaskan, terdapat beberapa poin yang belum diputuskan secara bulat dalam pengambilan keputusan tingkat pertama di Komisi II DPR kemarin malam. Poin tersebut antara lain menyangkut mekanisme pemilihan, sistem paket atau non-paket, politik dinasti, serta kewenangan dan pemilihan wakil kepala daerah.
Namun, opsi besarnya, lanjut Hakam adalah mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung atau di DPRD. Tiga fraksi yakni PDIP, PKB, dan Hanura dengan tegas menginginkan pilkada langsung. Sementara lima fraksi mendukung pilkada di DPRD.
Mereka adalah Fraksi Partai Golkar, PKS, PAN, PPP, dan Gerindra. Sedangkan Partai Demokrat mendukung pilkada langsung dengan 10 syarat yang wajib dimasukkan dalam naskah RUU Pilkada langsung. "Namun Demokrat ini kan semangatnya pilkada langsung. Syaratnya itu sebagai turunan, jadi bukan opsi baru," ujar Hakam.
Dengan begitu, rapat paripurna akan memilih pilkada langsung atau pilkada di DPRD. Untuk kedua opsi ini, panja telah menyiapkan rancangan aturan masing-masing. Jika semua anggota dewan hadir, maka komposisi suaranya adalah Fraksi PDIP (94 orang), PKB (28), Hanura (17), dan Demokrat (148). Total yang mendukung pilkada langsung adalah 287 orang. Sementara pilkada di DPRD didukung Partai Golkar (106 orang), Gerindra (26), PPP (38), PKS (57), dan PAN (46) atau dengan total 273 orang.
Ikuti informasi terkini seputar sepak bola klik di sini