Rabu 24 Sep 2014 22:52 WIB

Menkominfo Didesak Minta Kepastian Hukum Soal UU Telekomunikasi

Ir. Indar Atmanto, MBA
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ir. Indar Atmanto, MBA

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menkominfo didesak meminta kepastian hukum kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait Undang-Undang No 36/1999 tentang Telekomunikasi. Jika undang-undang itu tidak segera diterapkan, dikhawatirkan berdampak buruk pada industri telekomunikasi khususnya penyedia jasa internet. 

Banyak direktur penyedia jasa internet (Internet Service Provider) akan bernasib sama dengan mantan direktur IM2 Indar Atmanto.

“Sebagai wakil rakyat kita harus memastikan adanya kepastian hukum bagi industri karena internet menyangkut kehidupan orang banyak," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Evita Nursanty di Jakarta, Rabu (24/9). 

Jika Mahkamah Agung (MA) menyatakan izin IM2 melanggar hukum, kata Evita, maka industri akan goyah dan dampaknya puluhan juta masyarakat Indonesia tidak akan bisa menggunakan internet karena ISP akan dipersalahkan.

"Maka kita mendukung Indar Atmanto dibebaskan dan mendesak Tifatul Sembiring meminta kepastian hukum kepada Presiden SBY, karena dampak putusan Mahkamah Agung soal kasus IM2 ini sangat besar,” kata dia. 

Evita meminta penyelesaian masalah ini dilakukan cepat dalam pemerintahan sekarang. 

Lebih lanjut Evita menjelaskan, putusan MA terhadap Indar Atmanto juga patut dipertanyakan. Karena putusan diambil berdasarkan kerugian negara dari hasil audit Badan Pengawasan dan Pembangunan (BPKP) yang sebelumnya telah ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

"Apalagi dikuatkan adanya surat edaran Menpan Agustus 2004 yang menyatakan bahwa putusan PTUN untuk ditaati dan dilaksanakan," kata dia. 

Indar Atmanto dieksekusi berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) No.787K/PID.SUS/2014 tanggal 10 Juli 2012. Dalam putusan itu, MA memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dan menghukum Indar Atmanto delapan tahun penjara. 

Selain itu, MA memperbaiki amar putusan pidana denda yang semula Rp 200 juta subsidair dua bulan kurungan, menjadi Rp 300 juta subsidair enam bulan kurungan.

MA juga mengenakan pidana tambahan uang pengganti Rp 1,358 triliun kepada IM2 yang sebelumnya dianulir pengadilan di tingkat banding.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement