Rabu 24 Sep 2014 19:12 WIB

Anas Ajukan Mubahalah, Ini Penjelasan PBNU

Rep: c83/ Red: Mansyur Faqih
Mantan Ketua DPP Demokrat Anas Urbaningrum bertanya kepada saksi pada sidang lanjutan dugaan suap kasus proyek Hambalang dengan terdakwa Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (29/8). (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Mantan Ketua DPP Demokrat Anas Urbaningrum bertanya kepada saksi pada sidang lanjutan dugaan suap kasus proyek Hambalang dengan terdakwa Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (29/8). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wasekjen PBNU Imdadun Rahmat mengatakan permohonan Anas Urbaningrum pada akhir persidangan yang meminta majelis hakim dan jaksa untuk melakukan mubahalah dinilai kurang tepat dan tidak relevan. 

Karena, untuk proses persidangan sumpah dengan menggunakan kitab suci sudah cukup dan tepat.

"Karena mekanisma hukum di mana-mana begitu. Jadi untuk mendapat keterangan jujur dan tidak bohong maka sudah cukup sumpah dengan diangkat kitab suci di atas kepala. Orang akan takut untuk berbohong karena kitab suci simbol tertinggi agama. Namun, Kalau bohong maka akan jadi tanggung jawab spiritual orang tersebut," ujar Imdadun saat dihubungi ROL, Rabu (24/9).

Ia menjelaskan, mubahalah adalah semacam mekanisme untuk membuktikan kebenaran. Biasanya dilakukan oleh dua pihak atau lebih. 

Masing-masing pihak akan bersumpah dengan menyebutkan pernyataan, "Jika saya berbohong maka saya akan siap menanggung semua risiko".

Namun, ia menambahkan mubahalah tidak ada dalam ajaran Islam dan hanya sebuah tradisi.

Sebelumnya, pada sidang vonis hari ini (24/9), Anas meminta mejelis Hakim dan JPU melakukan mubahalah setelah pembacaan putusan. Namun ketua majelis hakim tidak menanggapi dan langsung menutup persidangan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement