REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Maneger Nasution menilai tindakan Densus 88 Antiteror menembak terduga teroris Adnan di Bima hingga akhirnya tewas melampaui kewenangan pengadilan.
Pasalnya, seseorang itu dinilai bersalah atau tidak merupakan kewenangan pengadilan. "Sebetulnya publik berhak meminta pertanggungjawaban densus. Apakah merek sudah melakukan tindakan sesuai SOP," ujarnya kepada Republika via telepon, Senin (22/9).
Ia mempertanyakan cara penangkapan Densus 88 dengan menembak terduga hingga menyebabkan kematian. "Masa sih harus menangkap orang dengan cara membunuh," katanya.
Menurutnya, pihaknya yakin Densus 88 bisa melumpuhkan yang diduga teroris tanpa harus membunuh. "Apa gak bisa dengan bom air mata tanpa harus membunuh. Sehingga kalau tertangkap dia (terduga) bisa mempertanggungjawabkan di depan hukum," katanya.
Namun, Maneger mengatakan terduga tersebut tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan didepan hukum. "Orang tidak boleh dituntut tanpa prosedur hukum yang benar. Tidak boleh main hakim sendiri," katanya.
Ia pun menegaskan bahwa apa yang disampaikannya bukan berarti pihaknya membela teroris. Ia pun menambahkan, dengan peristiwa matinya (Adnan) agak sulit meminta pertanggungjawabkan ke publik. Apakah benar mereka pelaku atau tidak. Pasalnya, tidak ada pertanggungjawaban.
Maneger mengatakan Adnan, terduga teroris yang ditembak mati oleh Densus dilakukan tanpa melalui proses hukum yang benar dan persidangan yang benar. "Sebetulnya kita mengingatkan (densus dan polri) ketika kasus di Ciputat agar polisi diuji profesionalitas ketika penangkapan sesuai prosedur atau tidak," katanya.