Jumat 19 Sep 2014 22:43 WIB

Berisiko Rekrut CEO Perusahaan MInyak Asing Jadi Menteri ESDM

Jokowi-jk
Jokowi-jk

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat yang juga Direktur Eksekutif Energy Watch, Ferdinand Hutahaean mengatakan presiden terpilih Joko Widodo harus cermat memilih untuk menduduki jabatan strategis, yakni menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Dirut Pertamina.

"Jangan hanya karena mencari sosok profesional dan non politik kemudian latar belakangnya tidak diperhitungkan," kata Ferdinand di Jakarta, Jumat (19/9).

Ferdinand yang juga relawan Jokowi-JK menilai ada kejanggalan terkait mencuatnya nama CEO Shell Indonesia Darwin Silalahi yang akan menduduki jabatan strategis, kandidat menteri ESDM ataupun Dirut Pertamina karena Darwin merupakan salah satu nama yang diusung oleh perusahaan asing. "Kenapa mereka mendorong nama-nama untuk berada di ranah kebijakan? Pasti ada kepentingan," katanya.

Satu hal yang patut dikhawatirkan, lanjut dia, jika sosok CEO perusahaan asing menduduki posisi strategis di sektor hulu maka kebijakan-kebijakan yang diambil akan cenderung mengutamakan kepentingan asing, khususnya perusahaan yang mengusungnya.

"Walaupun dia memiliki prestasi sebagai CEO Shell Indonesia, tapi tentu otaknya sudah tercuci dengan skema kapitalis. Ini tentu bertolak belakang dengan sistem ekonomi yang diusung Jokowi yakni, ekonomi kerakyatan," ujarnya.

Ferdinand menambahkan, dengan posisinya sebagai pejabat pemerintahan, dikhawatirkan akan memanfaatkan momentum pencabutan subsidi BBM.

Dengan cara mencabut subsidi dan menaikkan harga BBM agar setara dengan harga jual Shell, maka secara otomatis dan perlahan rakyat Indonesia akan beralih memakai Shell.

"Jika itu terjadi, maka tidak butuh waktu lama ESDM dan Pertamina pasti hancur," ucapnya.

Politisi Partai NasDem, Kurtubi mengingatkan agar kabinet pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla harus menghindari konflik kepentingan asing, oleh karena itu CEO perusahaan asing tidak tepat menempati posisi strategis di kabinet.

"CEO perusahaan minyak asing tak tepat menempati posisi strategis dalam pemerintahan karena berpotensi akan merugikan negara dan terjadi konflik kepentingan," kata Kurtubi.

Kurtubi yang juga sebagai Pengamat Ekonomi dan Energi mengkhawatirkan bila CEO perusahaan asing menempati posisi strategis, maka kebijakan-kebijakan yang diambil akan lebih menguntungkan asing.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement