REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang tengah dibahas di DPR sarat akan kepentingan partai politik.
"RUU Pilkada akan berwarna lain, sehingga akhirnya lebih merepresentasikan kepentingan partai politik," ujarnya dalam acara Dialog Kenegaraan di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (17/9).
Siti melanjutkan, hasil dari pembahasan RUU Pilkada dan RUU Pemda bisa jadi tidak memuaskan semua pihak. Selain itu perjalanan RUU Pilkada tersebut menurutnya akan panjang, karena masih akan ada kontroversi antar partai politik.
"Sebagian besar politisi di DPR angkuh. Karenanya RUU Pilkada dan Pemda hasilnya minimalis karena banyaknya kompromi," katanya.
Menurutnya pembahasan RUU Pilkada sudah sejak lama alot. Dalam hal ini, ujar dia, legal standing pemerintah terkait RUU Pilkada tidak jelas.
Awalnya menurut Siti, pemilihan gubernur diusulkan oleh DPRD karena mengingat secara teks dan konteks kemanfa'atan dari Pilkada langsung. Saat pemerintah mengusulkan pemilihan gubernur dilakukan oleh DPRD.
Namun pada perkembangannya berubah, yaitu bupati walikota dipilih oleh DPRD dan gubernur dipilih langsung. Namun kemudian, kini keputusan pemerintah berubah kembali menjadi keseluruhan kepala daerah dipilih secara langsung.
Ia pun mengusulkan agar Pilkada langsung tetap diberlakukan. Namun dengan catatan harus ada dua hal yang harus diperbaiki yaitu gerakan reformasi Parpol secara nasional dan penegakkan hukum.
Karena ia menilai, masyarakat masih komunal, bukan individual dan rasional. Sehingga masyarakat mudah dimobilisasi dalam Pilkada langsung. Siti berharap, elit aktor daerah akan memajukan praktik demokrasi.
Dalam hal ini, Parpol harus memperbaiki kualitas kader dan internal partai. Selama sumber daya partai tidak dibenahi, ujar dia, akan ada lagi permasalahan menyangkut kepala daerah.