REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti mengatakan dana biaya operasional sekolah (BOS), jumlahnya terlalu kecil. Dana itu tidak mencukupi untuk sekolah-sekolah, khususnya SMA untuk membeli buku wajib Kurikulum 2013 serta buku peminatan.
Menurut Retno, hal ini menunjukkan keinginan pemerintah untuk menyediakan buku murah belum berlaku untuk jenjang SMA maupun SMK. "Bagi SMA yang disebut buku murah itu hanya buku wajib saja, sedangkan buku peminatan harganya mahal," ujarnya, Selasa (16/9).
Ia menjelaskan, ada sekolah negeri yang mendapatkan dana BOS sebesar Rp 227 juta. Namun ternyata sekolah tersebut membeli buku wajib dan peminatan Kurikulum 2013 mencapai Rp 190 juta. Akhirnya, terpaksa pembiayaan untuk pendidikan lainnya seperti kegiatan kesiswaan terpaksa dikorbankan.
"Dana BOS ini terkuras untuk membeli buku-buku Kurikulum 2013. Padahal banyak sekolah juga yang sampai sekarang harus memfotokopi buku-buku Kurikulum 2013 karena bukunya belum sampai ke sekolah," katanya.
Di sisi lain sekolah juga dilarang memungut biaya ke siswa, padahal dana BOS saja kurang untuk membayar buku. Ini membuat beban sekolah jadi semakin berat. Ia melanjutkan, ada juga sekolah swasta yang mendapat dana BOS sebesar Rp 20 juta. Namun sekolah tersebut harus membayar buku wajib dan peminatan Kurikulum 2013 sampai Rp 31 juta.
Selain itu, juga terdapat sekolah swasta yang mendapat dana BOS Rp 19 juta untuk membeli buku wajib dan peminatan Kurikulum 2013. Namun sekolah itu harus membayar buku wajib dan peminatan Kurikulum 2013 sebesar Rp 24 juta.
"Namun meski dana BOS yang diberikan ke sekolah masih kurang, SMA tetap harus membeli buku-buku peminatan tersebut sebab buku itu digunakan dalam pengajaran di semua SMA," katanya.
Ia merinci, buku peminatan SMA sendiri antara lain, kimia, fisika, biologi, geografi, ekonomi, sosiologi. Buku peminatan SMA harganya cukup mahal antara Rp 75 ribu sampai Rp 128 ribu.
Sementara itu, Ketua Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) Heru Purnomo mengatakan, berbagai masalah tersebut menunjukkan masih kurang bagusnya implementasi Kurikulum 2013. Banyak buku Kurikulum 2013 yang terlambat dikirim hingga dua bulan menghambat proses belajar dan mengajar di dalam kelas.
Apalagi, kata Heru, isi buku Kurikulum 2013 ada juga yang bermasalah. Pelatihan guru juga berjalan kurang efektif sehingga masih ada guru yang belum paham.