Selasa 16 Sep 2014 14:36 WIB

Komnas HAM: Nikah Beda Agama Bertentangan dengan HAM

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Sidang Aturan Pernikahan Beda Agama: Para Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams (tengah), Muhammad Alim (kanan), dan Arief Hidayat menggelar sidang perdana pemeriksaan pendahuluan perkara pengujian materil Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan te
Sidang Aturan Pernikahan Beda Agama: Para Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams (tengah), Muhammad Alim (kanan), dan Arief Hidayat menggelar sidang perdana pemeriksaan pendahuluan perkara pengujian materil Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan te

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Uji materi terhadap terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Bahkan, perkawinan beda agama juga dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) karena bertentangan dengan UU tentang HAM.

Komisioner Komisi Nasional (Komnas) HAM Maneger Nasution mengatakan, dalam pasal 28B UUD 1945 telah disebutkan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Bunyi yang sama persis juga tercantum dalam Pasal 10 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Baca Juga

Menurutnya, perkawinan di Indonesia dianggap sah apabila dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. “Jadi (perkawinan beda agama) itu bertentangan dengan Pasal 28B UUD 1945 dan juga sekaligus melanggar HAM,” katanya kepada //Republika//, Selasa (16/9).

Dia mengatakan, negara Indonesia memang bukan negara agama, tetapi Indonesia adalah negara orang yang beragama. Hal itu sebagai konsekuensi logis dari ideologi Pancasila yang dianut bangsa Indonesia. Maka, kata dia, Mahkamah Konstitusi (MK) harus menolak permohonan uji materi. Sebab, perkawinan beda agama bertentangan dengan konstitusi.

Menurutnya, masalah perkawinan masuk dalam domain agama. Posisi negara hanya sebatas fungsi administrasi atau pencatatan peristiwa perkawinan. Sementara sah atau tidaknya suatu perkawinan ditentukan oleh hukum agama, bukan hukum negara.

Jika pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan itu dibatalkan oleh MK, kata dia, maka hukum negara justru menabrak hukum agama. Hal itu berarti negara tidak hadir dalam menjamin warganya untuk menjalankan keyakinan yang mereka anut. “Dan itu justru yang bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement