REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ribuan masyarakat Bandung menggelar aksi mendukung pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung, pada acara car free day di Jalan Dago, Bandung, Ahad (14/9).
Aksi dukungan tersebut sampaikan melalui petisi yang ditandatangani diatas kain putih sepanjang 10 meter. Dalam petisi tersebut disebutkan bahwa masyarakat Bandung menginginkan Pilkada langsung, dan menolak tegas pengembalian Pilkada oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Selain itu petisi lainnya juga menginginkan ruang yang luas untuk lahirnya pemimpin baru pilihan rakyat, dan caranya hanya ada di Pilkada langsung.
"Politik uang adalah produk dari perilaku elit politik," salah satu tulisan dalam petisi tersebut.
Aksi yang digagas oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) dan masyarakat yang peduli Pilkada langsung itu pun menyita perhatian masyarakat yang sedang berpartisipasi di car free day. Hanya beberapa menit setelah petisi dibunyikan, tak terhitung ratusan warga bergantian membubuhi tandatangan di atas kain tersebut.
Selain membubuhi tanda tangan, mereka juga mengungkapkan dukungan untuk Pilkada langsung.
"Pilkada langsung adalah hak politik rakyat, jangan nodai hak rakyat," salah satu tulisan yang tertera di atas kain itu.
Donni Heryadi (35) salah satu peserta aksi mengatakan dukungan terhadap Pilkada langsung adalah harga mati untuk negara yang berdemokrasi. Sebab, ia menilai hanya Pilkada langsung yang dapat melahirkan pemimpin yang cerdas dan berkualitas.
"Pilkada oleh DPRD itu justru memungkinkan adanya money politik, mereka juga hanya melahirkan pemimpin titipan partai tertentu dan yang punya uang banyak yang menang," ujar pegawai swasta itu.
Kordinator Aksi Petisi Bandung Sely Martini yang merupakan Anggota Badan Pekerja ICW mengatakan petisi tersebut sebagai bentuk dari aksi untuk mengawal Pilkada secara langsung.
Ia menyebut petisi tersebut serempak dilakukan di lima kota di Indonesia yakni Jakarta, Aceh, Bandung, Makasar, dan Semarang. Hal itu untuk menegaskan bahwa masyarakat menolak tegas pengembalian Pilkada oleh DPRD.
Melalui petisi tersebut, Sely meyakini dapat menyalurkan aksi masyarakat yang menginginkan Pilkada langsung. Sehingga, penggodokan RUU Pilkada oleh DPR yang akan diputuskan pada 25 September mendatang tidak akan meloloskan pengembalian Pilkada oleh DPRD.
"Kita ingin mengembalikan suara rakyat, jangan sampai kembali ke DPRD, kita yakin berhasil mendukung suara," ujar Sely.
Ia menjelaskan, alasan pengembalian Pilkada ke DPRD karena alasan biaya pun tidak berdasar. Menurutnya biaya Pilkada akan efisien selama pelaku politik melaksanakan secara Jurdil, dan tidak bermain politik uang.
Selain itu juga, ia menilai selama ini Pilkada langsung di setiap daerah berjalan efektif. Sehingga, menurutnya tidak ada alasan untuk meniadakan Pilkada langsung. "Seperti kita ketahui, Pilkada kita damai, aman dan lancar, lagi pula masyarakat kita itu sekarang cerda dan maju, jadi tidak ada alasan," katanya.
Sely menambahkan melalui petisi serempak tersebut, ditargetkan menarik 100 ribu tandatangan atau dukungan rakyat. Saat ini menurutnya, baru ada sekitar 40 ribu orang yang telah berpartisipasi dalam petisi tersebut.
Seusai melakukan aksi ini, keesokan harinya Senin (15/9), ICW akan merilis nama-nama anggota DPR dan DPRD yang bermasalah dan tersangkut kasus hukum. Menurutnya, hal itu dimaksudkan agar publik mengetahui siapa saja wakil rakyat yang bermasalah.
"Jangankan mau milih pemimpin, mereka aja bermasalah, kasarnya kita mau publik tau, bagaimana kalau sampai dipilih oleh DPRD," katanya.