Jumat 12 Sep 2014 14:37 WIB

Pembahasan RUU Pilkada Dapat Ditunda

Rep: C83/ Red: Bayu Hermawan
Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.
Foto: Republika/Agung Supriyanto/ca
Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf mengatakan pembahasan RUU Pilkada dapat ditunda jika masih menimbulkan polemik dan kontroversi di masyarakat.

Menurut Asep, banyaknya tekanan publik dan pro kontra membuat pemerintah harus mengambil sikap untuk menunda pembahasan RUU Pilkada. Ia menjelaskan penundaan ini dimaksudkan agar substansi pembahasan RUU Pilkada lebih diperdalam dan diperjelas.

Dengan demikian bisa menghasilkan argumen yang relevan secara hukum dan dapat diterima berbagai pihak. Adapun terkait batas waktu penundaan dapat disepakati bersama antara DPR dan pemerintah.

"Mendagri atas nama Presiden dan Pemerintah bisa mengusulkan kepada DPR untuk menunda pembahasan RUU Pilkada karena banyak hal yang belum terselesaikan dan tekanan publik," ujarnya saat dihubungi Republika, Jumat (12/9).

Asep menambahkan, jika usulan mencabut atau memberhentikan pembahasan RUU Pilkada yang disarankan oleh Apeksi dan Apkasi tidak bisa dilakukan. Hal tersebut dikarenakan melanggar hukum ketatanegaran dan melanggar etika politik.

Seperti diketahui, saat ini DPR sedang membahas Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Salah satu hal yang dibahas adalah pemilihan kepala daerah yang dikembalikan ke DPRD, dengan alasan untuk menghemat biaya pelaksanaan serta untuk mencegah politik transaksional.

Namun hal itu ditolak oleh beberapa fraksi Parpol di DPR. Selain itu, usulan pelaksanaan Pilkada melalui DPRD juga ditolak oleh beberapa kepala daerah, bahkan Wagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memilih mundur dari Partai Gerindra, karena partai pengusungnya mendukung pelaksanaan Pilkada secara tidak langsung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement