REPUBLIKA.CO.ID, MAJALENGKA-- Rencana perubahan proses pemilihan kepala daerah (pilkada) dari langsung menjadi tak langsung yang tengah dibahas DPR, menuai penolakan dari berbagai kalangan. Di Kabupaten Majalengka, penolakan pilkada tak langsung itu disampaikan Bupati Majalengka, Sutrisno.
Sutrisno mengatakan pilkada tak langsung sebenarnya tidak lebih murah dan tidak lebih aman dibanding pilkada langsung. Karena itu, alasan yang dikemukakan para politisi yang menyatakan pilkada tak langsung untuk kepentingan Indonesia ke depan, sulit diyakini.
Ia menilai, keberhasilan dalam proses membangun demokrasi tidak diukur oleh besar kecilnya biaya. Menurutnya, keberhasilan itu dinilai dari ditegakkannya hak demokrasi rakyat, terlindunginya hak serta terpenuhinya keinginan rakyat.
''Pikada tak langsung maupun langsung bila tidak cermat mengelola proses politiknya, keduanya rentan menimbulkan beban biaya tingi,'' ujar bupati yang pernah mengikuti pemilihan lewat pilkada langsung dan tidak langsung itu, Kamis (11/9).
Ia mengungkapkan, pilkada tak langsung akan membuka peluang yang cukup besar terjadinya politik transaksional. Hal itu, akan berdampak pada biaya tinggi bagi semua calon. ''Pilkada tak langsung bisa memunculkan lelang politik dan terabaikannya kepentingan rakyat sebagai pemilik negara atau pemerintah,'' tegas Sutrisno.
Sedangkan pilkada langsung, tambahnya, akan membuka ruang partisipasi publik dan membangun kedekatan calon pemimpin dengan rakyatnya. Hal itu, juga bisa berdampak pada efisiensi biaya politik.
Jika ada pilkada langsung yang berdampak pada biaya tinggi dan menimbulkan anarkisme, Sutrisno menilai, hal tersebut terjadi karena diabaikannya nilai-nilai filosofi demokrasi. Selain itu, uang pun dijadikan sebagai andalan dalam pelaksanaannya.
''Pilkada tak langsung maupun pilkada langsung sama-sama rentan koprupsi, tapi itu semua tergantung pada manusianya,'' tegas politisi PDIP itu.