REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Seratusan advokat yang tergabung dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) melakukan demonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia, Kamis (11/9). Mereka menyatakan menolak RUU Advokat sebagai pengganti UU Nomor 18/2003.
Mereka mempersoalkan sejumlah pasal dalam RUU tersebut yang dianggap dianggap mengintervensi advokat.
Anggota Peradi, Nicholas Sinaga mengatakan, menolak RUU tersebut karena memberi ruang pembentukan lembaga advokat dengan syarat minimal anggota 35 orang.
"Kami menolak pembentukan wadah-wadah advokat. Bagi organisasi independen, aturan seperti itu tidak baik," ujarnya di sela-sela demo.
Menurutnya, UU Nomor 18/2003 tidak memberikan persyaratan pembentukan lembaga advokat. Sebab, sudah ada wadah advokat yang kemudian baru muncul undang-undangnya.
"Undang-undang baru usia seumur jagung kok mau diganti lagi. Ini undang-undang bukan perda atau kepres yang harusnya sulit untuk mengubahnya," jelasnya.
Peradi juga mempersoalkan pasal yang menyebutkan pemerintah diberi ruang untuk masuk ke Dewan Advokat. Pemerintah dinilai akan mengintervensi dan mempengarungi kemandirian advokat.
"Pemerintah bisa menentukan kelangsungan anggota advokat, karena dia akan memutus etiknya bagaimana. Dia bisa suka-suka. Untuk itu, kami minta untuk RUU Advokat dibatalkan," tegasnya.
Demo tersebut melibatkan ratusan advokat dari Peradi Bandung dan Jember. Mereka berbaris mengelilingi bundaran HI sambil berorasi dan menyanyikan yelyel.