REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) memperkirakan volume impor elpiji pada 2014 mencapai 3,61 juta ton atau mencakup 60 persen kebutuhan.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengatakan, total konsumsi elpiji pada 2014 diproyeksikan 6,11 juta ton.
"Dari kebutuhan itu, hanya 2,5 juta ton berasal dari produsen dalam negeri yang seluruhnya telah diserap Pertamina. Sisanya, dipenuhi dari impor," katanya, Rabu (10/9).
Kebutuhan 6,11 juta ton tersebut terdiri atas elpiji tabung 3 kg yang disubsidi sebesar 5,013 juta ton, 12 kg nonsubsidi 907.000 ton, dan sisanya jenis nonsubsidi lainnya.
Menurut Hanung, harga rata-rata elpiji sesuai harga kontrak (contract price/CP) Aramco antara Juli-Juni 2014 adalah 891,78 dolar per ton atau Rp10.214 per kg dengan kurs Rp11.453 per dolar.
Setelah diambah komponen biaya lain termasuk transportasi, pajak, dan marjin, lanjutnya, maka harga keekonomian elpiji 12 kg saat ini seharusnya Rp15.110 per kg atau Rp181.400 per tabung.
Hanung mengatakan, dengan porsi impor elpiji yang cukup besar, maka faktor harga elpiji sesuai CP Aramco yang tinggi dan dibarengi pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan beban kerugian perusahaan makin tinggi.
Harga CP Aramco dan kurs tersebut jauh dari proyeksi Rencana Kerja dan Aggaran Perusahaan (RKAP) 2014 yang ditetapkan masing-masing 833 dolar per ton dan Rp10.500 per dolar.
Per 10 September 2014, Pertamina menaikkan harga elpiji tabung 12 kg sebesar Rp1.500 per kg untuk menekan kerugian bisnis tersebut. Dengan kenaikan ini, harga jual rata-rata elpiji 12 kg dari Pertamina menjadi Rp 7.569 per kg dari sebelumnya Rp6.069 per kg.
Apabila ditambahkan dengan komponen biaya lainnya, seperti transport, pengisian, margin agen, dan PPN, maka harga jual di agen menjadi Rp9.519 per kg atau Rp114.300 per tabung dari sebelumnya Rp7.731 per kg atau Rp92.800 per tabung.